Posts Tagged ‘BUDAYA DUNIA’

Suku ” Leher Panjang ” di Thailand !

Para wanita dari suku pedalaman Paudang, Thailand, serba berleher panjang. Sejak berumur sekitar 5 tahun, leher mereka dipasang gelang tembaga yang melingkar berlapis-lapis agar lehernya tumbuh memanjang. Jika mereka telah dewasa, panjang leher bisa mencapai 20 cm.

Kalung kuningan yang dikenakan sejak berusia lima tahun hingga meninggal dunia membuat jarak kepala dengan bahu perempuan long neck lebih jauh dibandingkan jarak kepala dengan bahu manusia normal. Leher yang (sekan-akan) dibuat panjang oleh kalung kuningan itulah yang menjadi ciri khas perempuan long neck.

Menurut mitos, asal-muasal para perempuan itu mengenakan kalung kuningan di sekujur leher adalah guna melindungi leher mereka dari serangan harimau buas yang dikirim roh musuh nenek moyang mereka. Konon, awalnya hanya bayi perempuan yang lahir pada Rabu malam saat bulan purnama bersinarlah yang kelak berhak mengenakan kalung kuningan itu. Cerita lain mengatakan, leher yang “panjang” membuat kaum lelaki mudah mengenali perempuan-perempuan mereka yang diculik musuh.

menurut ilmu kedokteran dan para ahli, kalau kalung kuningan itu dilepas maka leher mereka tidak bisa berdiri tegak alias semua tulang leher mereka udah patah semua karena dipaksa memanjang kayak gitu.hheemm…

VN:F [1.6.8_931]
Rating: 0.0/10 (0 votes cast)

Sebagian besar tradisi ini sekarang merupakan bagian dari sejarah dan dianggap paling kejam atau jahat. Namun beberapa diantaranya dihentikan baru-baru ini. Ini adalah daftar 10 tradisi yang aneh yang sekarang kebanyakan sudah hilang dari peradaban manusia.

1. Foot Binding

Foot Binding atau pengikatan kaki adalah tradisi menghentikan pertumbuhan kaki perempuan zaman dahulu yang terjadi di China. Tradisi ini telah menghadirkan penderitaan besar bagi para perempuan China pada masa itu. Pengikatan kaki biasanya dimulai sejak anak berumur antara empat sampai tujuh tahun. Masyarakat miskin biasanya terlambat memulai pengikatan kaki karena mereka membutuhkan bantuan anak perempuan mereka dalam mengurus sawah dan perkebunan.

Pengikatan kaki dimulai pada masa akhir dinasti Tang (618-907) dan mulai menyebar pada golongan kelas atas sampai pada zaman dinasti Song (960-1297), pada zaman dinasti Ming (1368-1644) dan dinasti Qing (1644-1911), budaya mengikat kaki menyebar luas dalam mayoritas masyarakat China sampai akhirnya dilarang pada Revolusi Sun Yat Sen tahun 1911. Kelompok yang menghindari adat ini hanyalah bangsa Manchu dan kelompok migran Hakka yang merupakan kelompok paling miskin dalam kasta sosial China. Kebiasaan mengikat kaki ini berlangsung selama sekitar seribu tahun dan telah menyebabkan sekitar satu milyar wanita China mengalami pengikatan kaki.

Pengikatan kaki dilakukan dengan cara membalut kaki dengan ketat menggunakan kain sepanjang sepuluh kaki dengan lebar dua inchi, melipat empat jari kaki ke bagian bawah kaki dan menarik ibu jari kaki medekati tumit. Hal ini membuat kaki menjadi lebih pendek. Pembalut kaki semakin diketatkan dari hari ke hari dan kaki dipaksa memakai sepatu yang semakin kecil. Kaki harus dicuci dan dipotong kukunya karena kalau tidak akan membuat kuku-kuku kaki di kaki yang diikat menusuk ke dalam dan menimbulkan infeksi.

Jika balutan terlalu ketat maka dapat timbul buku-buku di kaki yang harus dipotong dengan pisau. Kemudian kaki juga harus dipijat dan dikompres dingin dan panas untuk sedikit mengurangi rasa sakit. Pengikatan kaki membuat siklus darah tidak lancar sehingga dapat membuat daging kaki menjadi busuk dan kaki dapat mengeluarkan nanah. Semakin kecil kaki seorang gadis maka akan semakin cantik ia dipandang. Panjang kaki seorang gadis hanya berkisar 10-15 sentimeter saja.

2. Self Mummification

Sokushinbutsu adalah rahib Buddha atau imam yang didakwa menyebabkan kematian dengan cara menjadikan mereka jadi mumi. Praktek ini dilaporkan terjadi hampir secara eksklusif di utara Jepang sekitar Prefektur Yamagata.terdapat Antara 16 samapai 24 mummi yang telah ditemukan.

Tiga tahun para imam hanya makan diet khusus yang terdiri dari kacang-kacangan dan biji-bijian, Mereka kemudian hanya makan kulit dan akar dalam waktu tiga tahun dan mulai minum teh racun yang dibuat dari getah pohon yang Urushi,yang biasanya digunakan untuk laka mangkuk. Ini menyebabkan muntah dan cepat hilangnya cairan tubuh, dan yang terpenting, mematikan anggota tubuh yang dapat menyebabkan kerusakan pada tubuh yang bisa menimbulkan kematian.

Akhirnya,pada mummifying biarawan akan mengunci dirinya dalam kubur batu yang ukurannya hampir tidak lebih besar dari tubuhnya, di mana dia tidak akan bergerak dari posisi nya.penghubung ke dunia luar adalah tabung udara. Setiap hari ia mengingatkan pada agar orang-orang di luar bahwa ia masih hidup.

3. Eunuchs

Eunuchs disebut juga kasim,seorang laki-laki yang kehilangan kesuburannya karena kemaluannya telah dibuang dengan sengaja atau karena sebab-sebab lain.Catatan-catatan paling awal tentang pengebirian dengan sengaja untuk menghasilkan orang kasim berasal dari kota Lagash di Sumeria pada abad ke-21 SM. Sejak itu, selama beribu-ribu tahun orang kasim bekerja di berbagai kebudayaan seperti pelayan istana atau pelayan rumah tangga, penyanyi laki-laki dengan suara tinggi, petugas-petugas keagamaan khusus, pejabat pemerintah, komandan militer, dan pengawal kaum perempuan ataupun pelayan di

Orang kasim pertama disebutkan di Kekaisaran Asyur (l.k. 850 hingga 622 SM). Mereka pun biasa tampil di istana kaisar-kaisar Akhemenid dari Persia atau firaun dari Mesir (hingga dinasti Lagid yang dikenal sebagai Ptolemeus, yang berakhir dengan Cleopatra).Di Tiongkok kuno, pengebirian adalah salah satu bentuk hukuman tradisional (hingga Dinasti Sui) dan sarana untuk mendapatkan pekerjaan di kalangan istana Kaisar. Pada akhir Dinasti Ming ada 70.000 orang kasim di Istana kaisar. Jabatan seperti itu demikian berharga—orang-orang kasim tertentu berhasil mendapatkan kekuasaan yang demikian besar sehingga melampaui kekuasaan perdana menteris—sehingga pengebirian diri sendiri harus dilarang.

Jumlah orang kasim yang menjadi pegawai Istana Kaisar akhirnya menurun hingga 470 orang pada 1912, ketika mereka tidak lagi dipekerjakan. Orang-orang kasim diberikan jabatan-jabatan pegawai negeri yang demikian tinggi dengan alasan bahwa karena mereka tidak dapat mempunyai anak, mereka tidak akan tergoda untuk merebut kekuasaan dan memulai sebuah dinasti. Pada saat yang sama, sebuah sistem serupa juga ada di Vietnam.

4. Sati

Tradisi sati atau bakar diri hidupp-hidup,dianggap sebagai lambang kesalehan,sekaligus menunjukkan kepemilikan laki-laki atas perempuan,biasanya dilakukan oleh perempuan yang berkasta tinggi dan dipercaya hanya perempuan pilihan yang dapat melakukannya.tradisi sati dipandang sebagai alternatif yang lebih baik ketika seorang istri ditinggal mati oleh suami,daripada mereka mengalami penyiksaan dari saudara-saudara ipar,yang akan menyalahkan perempuan sebagai penyebab mati suami.

sati menjadi tradisi tidak hanya berlaku bagi istri,tetapi juga bagi istri simpanan,saudara ipar dan bahkan ibu,untuk mengorbankan dirinya diapi pembakaran jenasah laki-laki yang memiliki mereka.pelaku sati diagungkan sebagai pahlawan,sesuai dengan ajaran hindu.

5. Dueling

tradisi duel dipraktikkan pada abad 15-20 oleh masyarakat Barat, yang merupakan tanding antara dua orang, kematian dicocokkan dengan senjata, sesuai dengan aturan eksplisit atau implisit yang telah disepakati, sebagai lambang kehormatan, biasanya diiringi oleh perwakilan yang dipercaya.

dueling biasanya terjadi karena keinginan satu pihak (yang penantang)karena dianggap telah melakukan penghinaan terhadap kehormatannya. Tujuan dari dueling tidak laain adalah untuk kepuasan semata, untuk memulihkan status kehormatan mereka bersedia mempertaruhkan nyawa.dueling biasanya dilakukan bisa dengan pedang ataupun pistol.

6. Seppuku

seppuku disebut juga Harakiri,Salah satu tradisi yang menjadi kebanggan masyarakat Jepang, yang berasal dari kata hara yang berarti perut dan kiru yang berarti memotong. Harakiri juga dikenal dengan istilah seppuku. Kebiasaan harakiri ini dilakukan oleh prajurit berkelas dari kalangan samurai sebagai bukti kesetiaan. Bunuh diri yang dilakukan para Samurai ini sangat menyiksa, karena si pelaku harus menunggu kematian karena kehabisan darah setelah merobek dan mengeluarkan isi perutnya.

Ada ritual khusus yang harus dilakukan oleh Samurai jika ingin melakukan harakiri. Ia harus mandi, menggunakan jubah putih, dan makan makanan favorit. Pelaku harakiri ditemani seorang pelayan (kaishakunin), yang ia pilih sendiri. Kaishakunin ini bertugas membuka kimononya dan mengambilkan pisau yang akan digunakan. Jika pelaku harakiri menjerit atau menangis kesakitan saat ia menusuk dan mengeluarkan isi perutnya, hal tersebut dianggap sangat memalukan bagi seorang Samurai. Karena itu Kaishaku bertugas mengurangi penderitaan itu, mempercepat kematian dengan memenggal kepala si pelaku.

7. Human Sacrifice

Human Sacrifice adalah pengorbanan manusia,tindakan membunuh manusia untuk tujuan menawarkan persembahan kepada dewa atau lainnya. Dilakukan oleh banyak kebudayaan kuno. persembahan ini bervariasi,beberapa seperti Mayans dan Aztecs yang terkenal jahat mereka untuk upacara persembahan, sedangkan yang lainnya sudah tampak sebagai praktek primitif. Korban persembahan dibunuh dengan cara yang berbeda-beda,ada yang dibakar,dipenggal,atau dikubur hidup-hidup.dapar berupa anak kecil,atau gadis-gadis perawan.

ini adalah sejarah umum yang pernah ada didunia, Kebanyakan agama mengutuk praktek-ini dan undang-undang menganggapnya sebagai tindak pidana. Namun sampai hari ini,kadang masih ada yang melakukan tradisi tersebut terutama didaerah-daerah terpencil dimana kepercayaan tradisional masih berlanjut.

8. Concubinage
Concubinage disebut juga pergundikan. Foto di bawah menunjukkan sekelompok selir berdiri di belakang pelindung mereka(biasanya kasim).

9. Geisha

Geisha berasal dari kata “Gei” yang berarti seni atau pertunjukan dalam bahasa Jepang dan “Sha” berarti orang, jadi Geisha (person of the arts) merupakan seorang seniman tradisional penghibur di Jepang. Di Kyoto sendiri, kata “Geiko” digunakan untuk gambaran para seniman seperti itu. Kehadiran geisha di abad 18 dan 19 merupakan hal yang umum dan hingga kini merekapun masih tetap ada walaupun jumlah mereka sdh semakin berkurang.

Geisha dilatih secara tradisional sejak masa kecil mereka. Rumah geisha sering membeli gadis-gadis kecil dari keluarga yang miskin dan mengambil tanggung jawab untuk membesarkan dan melatih mereka. Selama masa kanak-kanak, geisha yang dilatih pertama-tama bekerja sebagai pembantu, kemudian sebagai asisten senior rumah geisha, selain sebagai latihan ini juga dipakai untuk membantu kontribusi biaya pemeliharaan dan pendidikan mereka. Sistim tradisi latihan yang panjang ini masih tetap ada di Jepang, dimana seorang mahasiswa yang tinggal di rumah guru seninya, mulai melakukan pekerjaan rumah yang umum dan mengamati serta membantu gurunya hingga akhirnya berpindah untuk menjadi tuan bagi dirinya sendiri. Latihan ini memakan waktu beberapa tahun.

10. Tibetan Sky Burial

Tibet ialah sebuah kawasan penara di Asia Tengah dan petempatan asli bagi orang Tibet. Dengan ketinggian purata sebanyak 4,900 meter (16,000 kaki), Tibet merupakan rantau yang tertinggi di Bumi dan sering bergelar “Bumbung Dunia.”

Bagi masyarakat tibet yang beragama buddha ini, tanah tempat tinggal mereka terletak di atas gunung di mana tiada tanah lembut. Hampir kesemuanya diliputi batu atau salji/air batu.Oleh kerana tiada tanah perkuburan disebabkan keadaan geografi , mereka memberi mayat untuk dimakan oleh burung.

Disamping itu , dengan cara begitu dipercayai roh si mati akan kekal di gunung bersama burung berkenaan.Tindakan lelaki di dalam gambar di bawah memotong serta menghancurkan mayat adalah untuk memudahkan burung tersebut mempercepatkan proses ini.Mereka juga tidak mahu burung tersebut membawa anggota badan yang masih separa sempurna(seperti kepala, tangan dll) ke tempat lain.

Anglofilia

Posted: 5 April 2009 in BUDAYA DUNIA, KRONIK BUDAYA, Mozaik
Tag:

Anglofilia (berasal dari Latin anglus yang berarti “Inggris” dan Bahasa Yunani kuno φίλος – philos, yang artinya “teman”) adalah orang yang mencintai kebudayaan Inggris dan Inggris secara umum[1]. Anglofilia merupakan antonim Anglofobia.[2] Istilah ini biasa dipergunakan untuk orang-orang di seluruh dunia (di Amerika khususnya digunakan di New England, New York, dan tempat lainnya sepanjang Pantai Timur Amerika Serikat) yang mendasarkan bisnis, politik ataupun hubungan sosialnya sebagaimana yang diterapkan di daratan Inggris. Dalam beberapa kasus, seorang “anglofilia” adalah seseorang yang lebih mencintai kebudayaan Inggris; dan seringkali menganggap kebudayaan itu lebih unggul dibandingkan yang lainnya; atau sangat menghargai sejarah Inggris. Namun ada juga orang-orang yang memiliki ketertarikan yang tinggi pada kebudayaan tradisional Inggris (misalnya Shakespeare, Jane Austen, Dr Johnson), ada juga para anglofilia yang menyukai musik pop dan cadas dari Inggris dan segala sesuatu yang berkaitan dengannya. Seorang anglofilia dari Amerika akan lebih senang mempergunakan kata-kata dengan ejaan Bahasa InggrisInggris, misalnya dia akan lebih suka menggunakan ejaan colour daripada color, favourite dibandingkan favorite dan ‘centre’ daripada center. (Lihat Perbedaan bahasa Inggris Britania dan bahasa Inggris Amerika) Tokoh-tokoh yang mengaku sebagai Anglofilia:

Referensi

The American Heritage Dictionary of the English Language: Fourth Edition.2000. Dictionary.com: anglophile Subhas Chandra Bose, Sisir Kumar Bose, Narayan Gopal Jog (1998) Beacon Across Asia: Biography of Subhas Chandra Bose (Orient Longman) ISBN 8125010289 p. 117 Second Chance: Two Centuries Of German-speaking Jews in the United Kingdom edited by Werner E. Mosse, Julius Carlebach, Gerhard Hirschfeld, Aubrey Newman, Arnold Paucker, Peter Pulzer , J.C.B. Mohr, London, 1991 page 135.

Daimyō (大名?) berasal dari kata Daimyōshu (大名主? kepala keluarga terhormat) yang berarti orang yang memiliki pengaruh besar di suatu wilayah. Di dalam masyarakat samurai di Jepang, istilah daimyō digunakan untuk samurai yang memiliki hak atas tanah yang luas (tuan tanah) dan memiliki banyak bushi sebagai pengikut.

Pada zaman Muromachi, Shugoshoku adalah nama jabatan yang diberikan kepada kelas penguasa untuk menjaga wilayah feodal yang disebut Kuni (provinsi). Penguasa yang menjabat Shugoshoku kemudian sering disebut sebagai Shugo Daimyō (守護大名? daimyō yang melindungi).

Di zaman Sengoku, dikenal penguasa wilayah feodal yang disebut Taishin (大身?). Selain itu dikenal juga samurai lokal yang berperan dalam pembangunan daerah yang disebut Kokujin (国人?). Sengoku Daimyō (戦国大名?) merupakan sebutan untuk daimyō yang menguasai lebih dari satu wilayah kekuasaan.

Pada zaman Edo, daimyō adalah sebutan untuk samurai yang menerima lebih dari 10.000 koku dari Keshogunan Edo, sedangkan samurai yang menerima kurang dari 10.000 koku disebut Hatamoto.

Daimyo zaman Edo

Daimyo yang berkunjung ke istana, gambar dari buku “Sketches of Japanese Manners and Customs”

Peringkat daimyō pada zaman Edo ditentukan oleh tingkatan kebangsawanan (Kakaku), tingkat jabatan (Kan-i), potensi kekayaan wilayah Han (Kokudaka), dan deskripsi pekerjaan (Yakushoku).

Pada zaman Edo terdapat 3 jenis daimyō:

  • Kamon Daimyō
Daimyō yang masih punya hubungan kerabat dengan keluarga shogun Tokugawa
  • Fudai Daimyō
Daimyō turun temurun yang sudah setia kepada shogun Tokugawa jauh sebelum Pertempuran Sekigahara,
  • Tozama
Pengikut Tokugawa yang menjadi setia setelah ditundukkan dalam Pertempuran Sekigahara.

Tokugawa Ieyasu memberi wewenang atas kekuasaan wilayah han Owari, Kishū, Mito untuk ketiga orang putranya. Ieyasu juga memberi wewenang kepada masing-masing putranya untuk menggunakan nama keluarga Tokugawa, sehingga salah satu garis keturunan putranya dapat menggantikan garis keturunan utama Tokugawa jika mata rantai keturunan utama terputus. Selain itu, masing-masing putra Tokugawa masih menerima tugas penting memata-matai kegiatan para daimyō lain wilayah han tetangga.

Ieyasu menyebar anggota keluarganya ke seluruh Jepang untuk mengawasi daimyō di wilayah han tetangga. Putra ke-9 yang bernama Tokugawa Yoshinao ditunjuk sebagai daimyō wilayah han Owari. Putra ke-10 yang bernama Tokugawa Yorinomu ditunjuk sebagai daimyō wilayah han Kishū, Putra ke-11 yang bernama Tokugawa Yorifusa ditunjuk sebagai daimyō wilayah han Mito. Selain itu, Yūki Hideyasu yang merupakan kakak dari shogun generasi ke-2 Tokugawa Hidetada ditunjuk sebagai daimyō wilayah han Echizen.

Pengikut (Kashin) berasal dari keluarga yang sudah turun temurun mengabdi kepada klan Tokugawa dijadikan Fudai Daimyō. Dalam menjalankan pemerintahan, shogun Tokugawa selalu dikelilingi oleh Fudai Daimyō yang ditunjuk sebagai menteri senior (Tairō) dan penasehat shogun (Rojū)

Jika dibandingkan dengan daimyō lainnya, Fudai Daimyō menerima jumlah Kokudaka yang rendah, sebaliknya klan Torii, klan Sakakibara, dan klan Honda mempunyai kokudaka yang tinggi. Klan Ii yang menjadi Fudai Hitto di Hikone mempunyai kokudaka yang sangat tinggi hingga mencapai 350.000 koku. Cuma ada segelintir daimyō yang menerima di atas 100.000 koku, misalnya: klan Sakai, klan Abe, klan Hotta, klan Yanagisawa, dan klan Toda.

Seorang samurai dengan pakaian tempur, 1860.

Samurai (侍 atau 士?) adalah istilah untuk perwira militer kelas elit sebelum zaman industrialisasi di Jepang. Kata “samurai” berasal dari kata kerja “samorau” asal bahasa Jepang kuno, berubah menjadi “saburau” yang berarti “melayani”, dan akhirnya menjadi “samurai” yang bekerja sebagai pelayan bagi sang majikan.

Istilah yang lebih tepat adalah bushi (武士) (harafiah: “orang bersenjata”) yang digunakan semasa zaman Edo. Bagaimanapun, istilah samurai digunakan untuk prajurit elit dari kalangan bangsawan, dan bukan contohnya, ashigaru atau tentara berjalan kaki. Samurai yang tidak terikat dengan klan atau bekerja untuk majikan (daimyo) disebut ronin (harafiah: “orang ombak”). Samurai yang bertugas di wilayah han disebut hanshi.

Samurai dianggap mesti bersopan dan terpelajar, dan semasa Keshogunan Tokugawa berangsur-angsur kehilangan fungsi ketentaraan mereka. Pada akhir era Tokugawa, samurai secara umumnya adalah kakitangan umum bagi daimyo, dengan pedang mereka hanya untuk tujuan istiadat. Dengan reformasi Meiji pada akhir abad ke-19, samurai dihapuskan sebagai kelas berbeda dan digantikan dengan tentara nasional menyerupai negara Barat. Bagaimanapun juga, sifat samurai yang ketat yang dikenal sebagai bushido masih tetap ada dalam masyarakat Jepang masa kini, sebagaimana aspek cara hidup mereka yang lain.

Etimologi

Perkataan samurai berasal pada sebelum zaman Heian di Jepang di mana bila seseorang disebut sebagai saburai, itu berarti dia adalah seorang suruhan atau pengikut. Hanya pada awal zaman modern, khususnya pada era Azuchi-Momoyama dan awal periode/era Edo pada akhir abad ke-16 dan awal abad ke-17 perkataan saburai bertukar diganti dengan perkataan samurai. Bagaimanapun, pada masa itu, artinya telah lama berubah.

Pada era pemerintahan samurai, istilah awal yumitori (“pemanah”) juga digunakan sebagai gelar kehormat bagi sejumlah kecil panglima perang, walaupun pemain pedang telah menjadi lebih penting. Pemanah Jepang (kyujutsu), masih berkaitan erat dengan dewa perang Hachiman.

Berikut adalah beberapa istilah lain samurai.

  • Buke (武家) – Ahli bela diri
  • Kabukimono – Perkataan dari kabuku atau condong, ia merujuk kepada gaya samurai berwarna-warni.
  • Mononofu (もののふ) – Istilah silam yang berarti panglima.
  • Musha (武者) – Bentuk ringkasan Bugeisha (武芸者), harafiah. pakar bela diri.
  • Si (士) – Huruf kanji pengganti samurai.
  • Tsuwamono (兵) – Istilah silam bagi tentara yang ditonjolkan oleh Matsuo Basho dalam haiku terkemukanya. Arti harafiahnya adalah orang kuat.

Senjata

Samurai mengunakan beberapa macam jenis senjata, tetapi katana adalah senjata yang identik dengan keberadaan mereka, Dalam Bushido diajarkan bahwa katana adalah roh dari samurai dan kadang-kadang digambarkan bahwa seorang samurai sangat tergantung pada katana dalam pertempuran. Mereka percaya bahwa katana sangat penting dalam memberi kehormatan dan bagian dalam kehidupan. Sebutan untuk katana tidak dikenal sampai massa Kamakura (1185–1333), sebelum masa itu pedang Jepang lebih dikenal sebagai tachi dan uchigatana, Dan katana sendiri bukan menjadi senjata utama sampai massa Edo.

Apabila seorang anak mancapai usia tiga belas tahun, ada upacara yang dikenali sebagai Genpuku. Anak laki-laki yang menjalani genpuku mendapat sebuah wakizashi dan nama dewasa untuk menjadi samurai secara resmi. Ini dapat diartikan dia diberi hak untuk mengenal katana walaupun biasanya diikat dengan benang untuk menghindari katana terhunus dengan tidak sengaja. Pasangan katana dan wakizashi dikenali sebagai Daisho, yang berarti besar dan kecil.

Senjata samurai yang lain adalah yumi atau busar komposit dan dipakai selama beberapa abad sampai masa masuknyah senapan pada abad ke-16. Busur komposit model Jepang adalah senjata yang bagus. Bentuknya memungkinkan untuk digunakan berbagai jenis anak panah, seperti panah berapi dan panah isyarat yang dapat menjangkau sasaran pada jarak lebih dari 100 meter, bahkan bisa lebih dari 200 meter bila ketepatan tidak lagi diperhitungkan, Senjata ini biasanya digunakan dengan cara berdiri dibelakang Tedate (手盾) yaitu perisai kayu yang besar, tetapi bisa juga digunakan dengan menunggang kuda. Latihan memanah di belakang kuda menjadi adat istiadat Shinto, Yabusame (流鏑馬). Dalam pertempuran melawan penjajah Mongol, busur komposit menjadi senjata penentu kemenangan, Pasukan Mongol dan Cina pada waktu itu memakai {busur komposit]] dengan ukuran yang lebih kecil, apalagi dengan keterbatasannya dalam pemakaian pasukan berkuda.


Samurai (侍 atau 士?) adalah istilah untuk perwira militer kelas elit sebelum zaman industrialisasi di Jepang. Kata “samurai” berasal dari kata kerja “samorau” asal bahasa Jepang kuno, berubah menjadi “saburau” yang berarti “melayani”, dan akhirnya menjadi “samurai” yang bekerja sebagai pelayan bagi sang majikan.

Istilah yang lebih tepat adalah bushi (武士) (harafiah: “orang bersenjata”) yang digunakan semasa zaman Edo. Bagaimanapun, istilah samurai digunakan untuk prajurit elit dari kalangan bangsawan, dan bukan contohnya, ashigaru atau tentara berjalan kaki. Samurai yang tidak terikat dengan klan atau bekerja untuk majikan (daimyo) disebut ronin (harafiah: “orang ombak”). Samurai yang bertugas di wilayah han disebut hanshi.

Samurai dianggap mesti bersopan dan terpelajar, dan semasa Keshogunan Tokugawa berangsur-angsur kehilangan fungsi ketentaraan mereka. Pada akhir era Tokugawa, samurai secara umumnya adalah kakitangan umum bagi daimyo, dengan pedang mereka hanya untuk tujuan istiadat. Dengan reformasi Meiji pada akhir abad ke-19, samurai dihapuskan sebagai kelas berbeda dan digantikan dengan tentara nasional menyerupai negara Barat. Bagaimanapun juga, sifat samurai yang ketat yang dikenal sebagai bushido masih tetap ada dalam masyarakat Jepang masa kini, sebagaimana aspek cara hidup mereka yang lain.

[sunting] Etimologi

Perkataan samurai berasal pada sebelum zaman Heian di Jepang di mana bila seseorang disebut sebagai saburai, itu berarti dia adalah seorang suruhan atau pengikut. Hanya pada awal zaman modern, khususnya pada era Azuchi-Momoyama dan awal periode/era Edo pada akhir abad ke-16 dan awal abad ke-17 perkataan saburai bertukar diganti dengan perkataan samurai. Bagaimanapun, pada masa itu, artinya telah lama berubah.

Pada era pemerintahan samurai, istilah awal yumitori (“pemanah”) juga digunakan sebagai gelar kehormat bagi sejumlah kecil panglima perang, walaupun pemain pedang telah menjadi lebih penting. Pemanah Jepang (kyujutsu), masih berkaitan erat dengan dewa perang Hachiman.

Berikut adalah beberapa istilah lain samurai.

  • Buke (武家) – Ahli bela diri
  • Kabukimono – Perkataan dari kabuku atau condong, ia merujuk kepada gaya samurai berwarna-warni.
  • Mononofu (もののふ) – Istilah silam yang berarti panglima.
  • Musha (武者) – Bentuk ringkasan Bugeisha (武芸者), harafiah. pakar bela diri.
  • Si (士) – Huruf kanji pengganti samurai.
  • Tsuwamono (兵) – Istilah silam bagi tentara yang ditonjolkan oleh Matsuo Basho dalam haiku terkemukanya. Arti harafiahnya adalah orang kuat.

[sunting] Senjata

Samurai mengunakan beberapa macam jenis senjata, tetapi katana adalah senjata yang identik dengan keberadaan mereka, Dalam Bushido diajarkan bahwa katana adalah roh dari samurai dan kadang-kadang digambarkan bahwa seorang samurai sangat tergantung pada katana dalam pertempuran. Mereka percaya bahwa katana sangat penting dalam memberi kehormatan dan bagian dalam kehidupan. Sebutan untuk katana tidak dikenal sampai massa Kamakura (1185–1333), sebelum masa itu pedang Jepang lebih dikenal sebagai tachi dan uchigatana, Dan katana sendiri bukan menjadi senjata utama sampai massa Edo.

Apabila seorang anak mancapai usia tiga belas tahun, ada upacara yang dikenali sebagai Genpuku. Anak laki-laki yang menjalani genpuku mendapat sebuah wakizashi dan nama dewasa untuk menjadi samurai secara resmi. Ini dapat diartikan dia diberi hak untuk mengenal katana walaupun biasanya diikat dengan benang untuk menghindari katana terhunus dengan tidak sengaja. Pasangan katana dan wakizashi dikenali sebagai Daisho, yang berarti besar dan kecil.

Senjata samurai yang lain adalah yumi atau busar komposit dan dipakai selama beberapa abad sampai masa masuknyah senapan pada abad ke-16. Busur komposit model Jepang adalah senjata yang bagus. Bentuknya memungkinkan untuk digunakan berbagai jenis anak panah, seperti panah berapi dan panah isyarat yang dapat menjangkau sasaran pada jarak lebih dari 100 meter, bahkan bisa lebih dari 200 meter bila ketepatan tidak lagi diperhitungkan, Senjata ini biasanya digunakan dengan cara berdiri dibelakang Tedate (手盾) yaitu perisai kayu yang besar, tetapi bisa juga digunakan dengan menunggang kuda. Latihan memanah di belakang kuda menjadi adat istiadat Shinto, Yabusame (流鏑馬). Dalam pertempuran melawan penjajah Mongol, busur komposit menjadi senjata penentu kemenangan, Pasukan Mongol dan Cina pada waktu itu memakai {busur komposit]] dengan ukuran yang lebih kecil, apalagi dengan keterbatasannya dalam pemakaian pasukan berkuda.

YUKATA
Yukata adalah pakaian yang populer di antara masyarakat Jepang pada permulaan zaman Edo, kira-kira empat ratus tahun yang lalu, bersamaan dengan popularitas kain katun. Berbeda dengan kimono, yukata sebagai baju yang dipakai sehabis mandi air panas, dapat dikenakan dengan nyaman pada musim panas dengan tidak berlapis-lapis.

Saat ini, hampir semua orang berpakaian ala barat dan kesempatan untuk memakai Yukata sedikit sekali. Tetapi sebagai tanda datangnya musim panas, banyak orang yang menanti-nantikan untuk mengenakannya pada saat diadakan pesta kembang api atau festival musim panas, dll.

Yukata dikenakan baik oleh pria maupun wanita, juga oleh dewasa maupun anak-anak, tetapi terutama saat digemari oleh wanita muda.

Setiap tahun pada bulan Juni dan Juli, banyak majalah-majalah mode bagi wanita muda yang menampilkan edisi khusus mengenai Yukata bersama dengan pakaian renang. Diperkenalkan pula dengan rinci tidak hanya foto Yukata dengan corak tradisional, tetapi juga Yukata dengan disain baru lengkap dengan cara mengenakannya dengan baik dan pantas, model rambut yang sesuai, cara pengenaannya,dll.

KEMBANG API
Pesta kembang api yang mewarnai langit pada waktu malam hari musim panas di Jepang merupakan suatu peristiwa besar yang diselenggarakan setiap tahun, dibanyak tempat di dekat laut atau sungai. Kabarnya, kembang api ditemukan kira-kira tahun 1659 yaitu pada pertengahan zaman EDO. Kembang api Jepang berbeda dengan kembang api Eropa yang bermodel air mancur. Kembang api Jepang berbentuk lingkaran dengan bunga-bunga yang banyak. Setelah ditembakkan memperlihatkan bermacam-macam warna yang berubah-ubah. Oleh karena bentuk dan warnanya yang bermacam-macam, sering dikatakan keindahan kembang api Jepang adalah nomor satu di dunia.

Pesta kembang api dilaksanakan pada hari-hari musim panas yang panas di bulan Juli atau Agustus. Pada malam itu banyak orang berkumpul, baik bersama keluarga, kekasih, maupun lainnya. Banyak pula dibuka kedai-kedai yang menjajakan makanan dan minuman, ketangkasan menangkap ikan emas, permainan, undian, dll, menjadikan-nya suatu malam yang sangat ramai.

Foto menggambarkan suasana pesta kembang api, yang dilaksanakan pada bulan Juli di propinsi Kobe.

BIOSKOP
Di Jepang setelah perang dunia ke II, film dianggap sebagai bintangnya rekreasi rakyat. Tetapi oleh karena penyebaran TV sejak tahun enampuluhan, dan juga karena populernya penyewaan video pada tahun delapanpuluhan, orang-orang sudah mulai meninggalkan bioskop. Tetapi filmnya sendiri tetap digemari oleh orang banyak, mereka menikmati melalui penyewaan video atau melalui pemutaran film di TV.
Oleh sebab itulah, di Jepang sejak tahun 1993 mulai dibuka gabungan bioskop yang disebut cinema complex yang populer di Amerika dan Inggris. Cinema Complex adalah suatu gedung yang di dalamnya ada 7 sampai 15 layar film yang dibangun berdampingan dengan lapangan parkir, hyper shopping store, amusement park, dll.

Saat ini, diseluruh Jepang jumlahnya terus bertambah, seolah ingin mengatakan bahwa popularitas bioskop akan datang kembali seperti dulu kala.