Archive for the ‘BUDAYA CHINA’ Category


Setelah lebih dari dua bulan kerja keras, renovasi peti mati gantung dari orang-orang di Gongxian Bo County barat daya Provinsi Sichuan Cina kini telah selesai. Ini telah menjadi proyek terbesar yang pernah untuk menstabilkan dan melestarikan peti mati gantung di Cina. 43 peti mati ini telah direstorasi dan 16 peti mati yang tidak diketahui sebelumnya telah ditemukan. Dalam proses cahaya baru telah ditumpahkan pada rahasia artefak misterius ini.

Melestarikan Sisa-sisa Peradaban “Bo”

Renovasi baru-baru ini tergantung peti mati di daerah Gongxian dimulai pada bulan September 2002. Ini adalah ketiga kalinya bahwa pemeliharaan skala besar karyanya telah dilakukan di lokasi sejak People’s Republic of China didirikan pada tahun 1949. Kedua proyek sebelumnya pada tahun 1974 dan 1985.

Menurut Cui Chen, kurator dari Museum Yibin, peti mati mati datang dalam tiga jenis. Beberapa ditempatkan di kayu pancang. Beberapa ditempatkan di gua-gua, sementara yang lain duduk di proyeksi di batu. Semua tiga bentuk dapat ditemukan dalam Gongxian di mana sebagian besar tergantung Cina peti mati berada.

Peti mati terutama berkumpul di sekitar Matangba dan Sumawan di mana sekitar 100 peti mati yang digantung di tebing batu kapur untuk kedua sisi dari 5.000 meter Bochuangou panjang.

Survei laporan dari awal 1990-an menunjukkan Gongxian County memiliki total dari 280 peti mati gantung. Namun dalam 10 tahun atau hampir 20 telah jatuh. Peti mati digantung setidaknya 10 meter di atas tanah dengan yang tertinggi mencapai 130 meter.

Tidak seperti pekerjaan konservasi sebelumnya, yang terfokus hanya pada konsolidasi dari pancang kayu, kali ini para ahli juga bekerja di peti mati sendiri. Selain itu mereka memperbaiki celah di batu tempat ini diperlukan untuk menstabilkan tebing kapur.

“The Bo” orang yg telah hilang dalam halaman sejarah peradaban manusia. Saat ini sudah ada beberapa pekerjaan mendesak untuk menyelamatkan dan melindungi catatan muram terakhir, yang mereka telah meninggalkan kita dalam bentuk peti mati gantung mereka.

Sisa “The Bo”

Pada 16 September 2002, sebuah tim lapangan terutama terdiri dari budaya dan museum spesialis dan teknisi, pergi ke Matangba. Pada 24 September mereka memeriksa peti mati pertama mereka tergantung sekitar 20 meter di atas tanah. Di sini mereka menemukan sisa-sisa dari salah satu Bo Orang-orang yang telah hidup sekitar 400 tahun yang lalu. Kerangka itu adalah individu yang tinggi. Dalam peti mati mereka menemukan pasir dan lumpur tapi tidak ada penguburan artikel dan Cui mengatakan hal ini menunjuk kepada kemungkinan pencurian. Peti mati, dengan berat sekitar 200 kg dan mengukur beberapa panjang 2,0 meter dan 0,7 meter, telah dipotong dari satu log. Baik tubuh dan tutup peti itu bertatah.

Anggota tim lapangan mengikuti prosedur ketat dalam membersihkan, mengukur, klasifikasi dan pencatatan setiap peti mati. Minyak tung diterapkan secara bebas untuk melestarikan kuno maka sisa-sisa kayu yang lembut dan mengembalikan peti jenazah dikembalikan ke tempat itu diduduki selama berabad-abad.

Pada hari kedua, lima peti mati telah dibuka. Sejumlah peninggalan budaya yang berharga telah datang untuk cahaya. Ini termasuk dua biru dan mangkuk porselen putih, pisau besi sederhana terkenal karena kesederhanaan, pisau lain yang lebih kecil dan dua tombak besi poin. Para ahli telah menyerahkan mereka ke Dinasti Ming.

Catatan lama menceritakan hanya 29 peti mati tapi kali ini, 16 tambahan yang ditemukan. Ini adalah yang paling sulit untuk menemukan yang terletak terutama di gua-gua dan tersembunyi di balik rumput dan semak-semak. Sementara peti mati memeriksa beberapa sutra dan kain tekstil juga ditemukan. Peti mati yang hanya bisa ditemukan pada singkapan batu tidak dipenuhi seperti yang lain. Sampul dan tubuh dari peti mati dihubungkan dengan ikatan kayu.

Cliff lukisan juga ditemukan. Ini adalah sangat penting untuk studi tentang kehidupan, pekerjaan, politik, urusan militer dan budaya Orang Bo.

Budaya yang Hilang

Para Bo etnis minoritas orang yang tinggal mengangkang perbatasan modern provinsi Sichuan dan Yunnan. Di sana mereka menciptakan budaya cemerlang sejak 3.000 tahun yang lalu. Leluhur dari Bo membantu Zhou Barat (c.1100? 771 SM) untuk menggulingkan penguasa Yin di akhir Dinasti Shang (c.1600? 1100 SM).

The Bo berbeda dari kelompok-kelompok etnis lainnya di pemakaman adat istiadat mereka. Biasanya dipahat dari kayu keras tahan lama, peti mati gantung mereka untuk dicat. Yang paling baru dibuat peti mati gantung sampai sekitar 400 tahun yang lalu di bagian tengah dan kemudian periode Dinasti Ming (1368-1644), sementara banyak dari tanggal yang paling awal 1.000 tahun kembali ke Dinasti Song (960-1279). Untuk saat ini, tergantung peti mati yang paling awal adalah salah satu ditemukan di daerah Tiga Ngarai, datang kembali sekitar 2.500 tahun ke Musim Semi dan Gugur (770 SM-476 SM).

Peti mati gantung adalah bentuk paling luas pemakaman di barat daya kuno Cina. Namun, praktek berakhir dengan hilangnya misterius Rakyat Bo . Mereka yang datang setelah mengenal mereka dari peti mati dan menggantung lukisan-lukisan yang mereka tinggalkan seperti samar-samar gema di tebing. Berbunga kuno mereka budaya seperti itu dari Maya tidak lebih.

Pengunjung Matangba tidak dapat membantu bertanya: Mengapa orang-orang Bo menguburkan orang mati dalam peti mati gantung? Bagaimana mereka melakukannya? Dan mengapa orang-orang Bo menghilang?

Mysteries Revealed

Peti mati gantung pernah jadi topik panas di kalangan arsitek, paleoanthropologists, folklorists dan seniman. Pada musim semi 1941, ahli barang antik termasuk Liang Sicheng, Lin Huiyin, Liu Dunzhen dan Chen Mingda tiba di Sumawan, yang sekarang bagian dari Gongxian County.

Dari kejauhan, mereka melihat sebuah tebing sekitar 600 meter dan panjang 120 meter meningkat. Hampir 100 peti mati tergantung di sisi tebing didukung pada taruhan kayu terjepit di batu. Peti mati lain bertumpu pada tonjolan batu. Pemandangan dipanaskan membangkitkan diskusi di antara para ahli.

Beberapa percaya bahwa peti mati pasti diturunkan turun dengan tali dari puncak gunung. Beberapa berpendapat bahwa peti mati telah menempatkan taruhan menggunakan kayu dimasukkan ke tebing untuk digunakan sebagai alat bantu memanjat buatan. Lain merasa bahwa skala tangga adalah jawabannya. Lin mengatakan mereka bisa meninggalkan misteri bagi generasi-generasi selanjutnya untuk memecahkan.

Mengapa orang Bo menguburkan orang mati begitu tinggi? Li Jing menulis selama Dinasti Yuan (1279-1368) menawarkan petunjuk dalam Brief Chronicles of Yunnan. “Peti mati menetapkan tinggi dianggap menguntungkan. Semakin tinggi mereka adalah lebih mujur bagi yang mati. Dan mereka yang peti mati jatuh ke tanah cepat dianggap lebih beruntung.”

Cui Chen yang Kurator dari Museum Yibin memeriksa tiga cara yang berbeda peti mati bisa saja diberlakukan. “Bumi landai mungkin telah digunakan tetapi para pakar solusi ini karena sejauh mana tenaga kerja yang dibutuhkan, yang akan sulit di daerah berpenduduk di bawah. Sebuah perancah kayu didukung pada saham di tebing mungkin telah menawarkan penjelasan yang masuk akal tapi tahun penyelidikan telah gagal untuk menemukan bahkan satu titik penyelesaian . Pada menyeimbangkan pilihan ketiga menurunkan peti mati di tali dari atas selalu tampak layak dan sekarang spesialis budaya telah menemukan tanda-tanda tanda tali yang digunakan bertahun-tahun yang lalu. Dan jadi ini bagian dari misteri peti mati gantung sekarang telah diselesaikan. ”

Selama tahun-tahun terakhir Dinasti Ming, tentara kekaisaran kejam menindas rakyat etnis minoritas Sichuan dan Yunnan. Secara khusus, Duzhangman dan Bo Peoples jatuh, korban pembantaian. Melarikan diri penindasan mereka, para Bo bermigrasi ke lokasi baru. Mereka menyembunyikan nama asli mereka dan terintegrasi ke dalam kelompok-kelompok etnis lainnya. Seperti budaya mereka, mereka telah menghilang tetapi keturunan mereka masih di sini karena mereka adalah bagian dari kita.
Sumber :
(China.org.cn oleh Li Jinhui, 10 Februari 2003)

Pada tradisi Tionghoa kuno, menghitung hari baik bukan hanya sebatas pada calon mempelai, juga keluarga kedua pihak. Keberadaan etnis Tionghoa dalam parade kebinekaan suku Nusantara makin memperkaya budaya negeri. Lazimnya budaya Timur, tradisi Tionghoa juga penuh makna simbolis,tidak terkecuali dalam tradisi pernikahan mereka. Tidak berbeda dengan urutan rangkaian pernikahan pada umumnya, tradisi perkawinan Tionghoa diawali dengan lamaran.
Pernikahan Etnis TionghoaPernikahan Etnis Tionghoa

Di sini, keluarga calon mempelai pria akan datang ke rumah keluarga calon mempelai wanita untuk menjajaki kemungkinan untuk berbesan. Pada tradisi Tionghoa kuno, proses lamaran sebenarnya amat rumit dan makan waktu. Kerumitan ini karena mereka harus mempertimbangkan dengan sangat seksama kecocokan tahun, bulan, tanggal, dan jam lahir.

Bukan hanya kedua mempelai,juga keluarga mereka. Jasa peramal yang memahami penanggalan China serta shio juga dilibatkan dalam menentukan itu. Bukan hanya tanggal, bulan dan tahunnya bahkan sampai pada hitungan jam yang tepat. Saat ini, tradisi lamaran semacam ini telah banyak ditinggalkan,beradaptasi dengan kehidupan modern yang lebih menuntut kepraktisan.

Lamaran dalam budaya etnis Tionghoa diwakili dengan tradisi hantaran rantang bambu atau lacquerware yang disusun bulat atau persegi empat, berisi aneka buah dan kue yang jumlahnya harus genap. Hantaran ini akan dibawa oleh keluarga mempelai pria dan keluarganya untuk diberikan kepada keluarga wanita. Sebagai balasan, jika lamaran diterima, keluarga pengantin wanita akan memberi perhiasan sebagai tanda ikatan.

Untuk menghindari kesia-siaan dan rasa malu, lazimnya lamaran dilakukan setelah pihak keluarga pria mendapat kepastian bahwa lamaran akan diterima. Ketika proses lamaran berlangsung pun, pihak pelamar belum akan menyentuh makanan dan minuman yang disajikan, sebelum keluarga calon mempelai wanita memastikan lamaran telah diterima. Saat akan pulang, ayah atau wali dari calon mempelai pria akan menyelipkan angpau berisi uang di bawah cangkir teh yang disajikan calon mempelai wanita sebagai tanda kasih kepada calon menantu.

Pada beberapa suku ada ketentuan, jika yang dilamar adalah anak pertama, dalam lamaran itu harus disertakan pula babi panggang. Babi yang dipilih adalah babi yang masih kecil.Sebagai hiasan diikatkan pita merah pada leher babi yang telah dipanggang dalam bumbu kecap dan arak. Melanjuti prosesi lamaran, pada hari yang telah disepakati keluarga kedua pihak keluarga, akan dilakukan tradisi san jit.

Saat itu pihak keluarga calon pengantin pria akan membawa hantaran mas kawin yang terdiri dari uang lamaran,uang susu,perhiasan,dua botol arak, paha babi, dua pasang lilin perkawinan bermotif naga dan burung phoenix, kue pia yang tersusun rapi, buah-buahan, kuekue, permen, manisan, pakaian, parfum, sepatu, serta beberapa pelengkap penampilan lainnya.

Namun, semua tergantung kemampuan calon mempelai pria. Barang-barang hantaran akan disusun dalam nampannampan yang jumlahnya harus genap, maksimal 12 nampan. Hantaran ini akan dibawa oleh para pria lajang.Tradisi ini diyakini akan membuat para pembawa hantaran ini menjadi ”enteng jodoh”. Di antara sekian banyak barang hantaran, terdapat beberapa barang bermakna simbolis. Pada budaya Tionghoa suku tertentu, hantaran yang diterima tidak diambil seluruhnya, melainkan hanya separuh, misalnya arak.

Dari dua botol yang dibawa, hanya satu botol yang diambil. Bahkan, uang susu sebagai ungkapan terima kasih kepada ibu pengantin wanita yang telah membesarkan anak gadisnya, sama sekali tidak diambil. Ini sebagai isyarat si ibu tidak mempunyai pamrih atas jasa itu. Hantaran yang telah diterima akan dibalas dengan hantaran pula.

Pihak calon mempelai wanita akan mengirim hadiah yang jumlah serta jenisnya sangat tergantung pada kemampuan mereka. Barang yang dikirim umumnya berupa pelengkapan pria, yaitu baju, sepatu, ikat pinggang, dan barang lainnya.Tak jarang, pada suku tertentu,hantaran menjadi ajang untuk saling menunjukkan status sosial dan tingkat ekonomi mereka.

 

Pernikahan Etnis TionghoaPernikahan Etnis Tionghoa

Prosesi Perkawinan Tionghoa

Usai prosesi lamaran, pihak pengantin perempuan masih harus melakukan ritual.Mulai menata kamar pengantin, menyalakan lilin,makan 12 jenis sayur, hingga penyambutan dan penjemputan mempelai wanita.

Menata kamar pengantin
Seusai melaksanakan prosesi san jit, keluarga calon pengantin pria akan mempersiapkan ranjang baru untuk kamar pengantin. Ada tradisi unik, anak-anak akan diminta meloncat- loncat di atas ranjang pengantin sebelum ranjang ditata. Selain bisa untuk menguji kekuatan ranjang, ada mitos tradisi ini bisa membuat pengantin cepat mendapat momongan.

Menyalakan Lilin
Ada keharusan bagi orangtua kedua calon pengantin untuk menyalakan lilin perkawinan beberapa hari menjelang pernikahan digelar. Nyala lilin perkawinan dipercaya bisa mengusir pengaruh buruk yang dapat mengacaukan jalannya prosesi pernikahan.Biasanya, lilin dinyalakan mulai pukul satu dini hari.Lilin harus tetap menyala hingga tiga hari setelah pernikahan.Tepatnya, sampai mempelai pria dan wanita berkunjung ke rumah orangtua mempelai wanita untuk berterima kasih.

Siraman dan menyisir rambut
Bukan dalam suku Jawa atau Sunda saja ternyata yang memiliki tradisi siraman dalam rangkaian upacara pernikahan. Siraman dalam tradisi masyarakat Tionghoa diawali dengan sembahyang dan penghormatan kepada leluhur. Setelah itu, barulah mempelai wanita dimandikan dengan air yang telah dibubuhi wewangian alami. Selain untuk membersihkan mempelai, membuatnya wangi, ritual ini juga bermaksud mengusir pengaruh jahat yang bisa mengganggu mempelai.

Menyisir rambut atau chio thao dilakukan oleh orang yang telah menikah dan memiliki keturunan, bisa juga oleh juru manten. Mempelai akan disisir sebanyak tiga kali. Mempelai yang akan menjalani prosesi ini didudukkan di atas kursi yang telah dialasi tampah besar bergambar yin-yang. Di hadapan mereka terdapat meja kecil yang di atasnya telah diletakkan penakar beras yang terisi penuh oleh beras dan sembilan benda simbolis, yaitu timbangan obat khas China, alat pengukur panjang,cermin,sisir, gunting,pedang,pelita, lah jit. Selain itu, terdapat juga benang sutra yang terdiri dari lima warna.Semua benda-benda ini mengandung makna ajaran moral bagi calon pengantin untuk membereskan segala keruwetan rumah tangga yang akan dihadapi serta memampu menimbang baik-buruknya satu tindakan.

Makan 12 sayur
Memasuki detik-detik penyambutan pengantin pria, mempelai wanita yang telah dipakaikan busana pengantin oleh orangtuanya, dibimbing menuju meja makan.Di atas meja telah tersaji 12 mangkuk yang masing-masing berisi satu jenis masakan yang memiliki rasa yang berbeda-beda.Manis,asin, asem,pedas,pahit,gurih,dan sebagainya. Semua rasa ini menjadi pelambang suka-duka hidup berumah tangga yang harus dijalani dan dinikmati.Pengantin pria juga menjalani prosesi yang sama di rumahnya, sebelum berangkat menuju rumah pengantin wanita.

Penjemputan Mempelai Wanita
Mempelai pria yang telah mengenakan baju pengantin, kemeja kerah shanghai warna putih, celana panjang dengan warna yang sama. Atribut jubah hitam serta caping merah ala bangsawan pada zaman Dinasti Ming ( 1644–1911) menjadi kelengkapan ciri khas pengantin Tionghoa.Selain sanak keluarga, kedatangan pengantin pria didampingi pula oleh juru rias,serta kia teng.Mereka disambut dengan taburan beras kuning, biji buncis merah dan hijau,uang logam,serta bunga. Aneka taburan ini bermakna kesejahteraan yang melimpah bagi mempelai. Masih dalam keadaan wajah ditutupi kerudung, mempelai wanita dipertemukan dengan pengantin pria yang telah datang menjemput. Dalam prosesi ini, kerudung pelambang kesucian belum boleh dibuka.

Penyambutan Pengantin Wanita
Di rumah segala keperluan untuk menyambut kedatangan pengantin telah dipersiapkan. Begitu rombongan pengantin datang, di muka pintu, ibu dan nenek pengantin pria yang telah menunggu akan menyambut dengan taburan beras kuning, biji kacang buncis hijau dan merah sebagai simbol kesuburan, serta uang logam sebagai lambang rezeki dan kemakmuran. Setelah pasangan pengantin masuk rumah, keduanya akan dibimbing menuju kamar kerudung pengantin wanita baru boleh dibuka.

Keluar dari kamar pengantin, kedua mempelai menuju meja sembahyangan yang disebut meja sam kay. Dengan disaksikan orangtua dan sanak keluarga, kedua mempelai melakukan sembahyang sam kay sebagai persyaratan sahnya perkawinan mereka secara adat dan kepercayaan. Setelah sam kay, kedua mempelai melakukan te pay untuk menghormati orangtua dan generasi yang lebih tua

Sumber : http://mudahmenikah.wordpress.com/

Teh banyak digunakan pada perayaan-perayaan masyarakat Tionghoa, termasuk acara pernikahan, karena merupakan minuman rakyat dan menyajikan teh merupakan sebuah bentuk tanMenyajikan Teh pada Upacara Pernikahan Tionghoada hormat.

Biji bunga teratai yang biasanya digunakan dalam teh pada acara pernikahan memiliki maksud. Kata “teratai” dengan “tahun” memiliki bunyi yang hampir sama, meskipun artinya berbeda, sehingga orang Tionghoa percaya bahwa menaruh benda-benda itu pada teh akan membantu pasangan yang baru menikah untuk melahirkan banyak anak, sehingga orang tua kedua mempelai akan memiliki banyak cucu.

Menyajikan Teh pada Upacara Pernikahan Tionghoa

Biji teratai / Lian Zi diibaratkan sebagai Nian Zi, atau secara lengkap adalah Nian Nian You Zi, yang dapat diartikan setiap tahun memiliki anak.

Apabila terdapat tunas yang telah muncul pada biji teratai tersebut, maka jangan lupa untuk menghilangkannya karena tunas tersebut memiliki rasa yang pahit.

Menyajikan teh dengan memegang alas cangkir teh memakai kedua belah tangan adalah sebuah bentuk penghormatan.

Saat menyajikan teh, pengantin wanita berada di sebelah kanan dari pengantin pria. Secara mudahnya adalah pengantin wanita berada di sebelah kanan dari pundak kanan pengantin pria.

Contohnya adalah ketika mempersembahkan teh ke orang tua pengantin pria, maka pengantin wanita berlutut di depan ayah pengantin pria, dan pengantin pria berlutut di hadapan ibunya.

Disamping menyajikan teh kepada orang tua, mereka juga menyajikan teh kepada yang lebih tinggi tingkatannya dan yang lebih tua dengan menyebutkan tingkatan, misalnya paman pertama, bibi ketiga, kakak kedua, dan sebagainya.

Penyajian teh dilakukan secara berurutan dari anggota keluarga yang tertinggi tingkatannya.

Contoh urutannya adalah kakek dan nenek dari ayah pengantin pria, lalu kakek dan nenek dari ibu pengantin pria, orang tua pengantin pria, setelah itu kakak.

Pengantin pria dan wanita akan berlutut, sedangkan yang mendapat penghormatan akan duduk, jika tingkatan dari yang mendapat penghormatan lebih tinggi, seperti kakek, ayah, atau paman.

Sedangkan jika yang mendapat penghormatan tidak lebih tinggi tingkatannya, namun tentunya harus lebih tua, seperti kakak, maka pengantin pria dan wanita tidak perlu berlutut.

Sebagai balasan, pasangan itu akan menerima Hong Bao / Angpao yang berisi uang atau perhiasan.

Sumber : communitysiutaocom

Konsep Yin Yang atau Yinyang (Hanzi) berasal dari filsafat Cina dan metafisika kuno yang menjelaskan setiap benda di alam semesta memiliki polaritas abadi berupa dua kekuatan utama yang selalu berlawanan tapi selalu melengkapi. Yin bersifat pasif, sedih, gelap, feminin, responsif, dan dikaitkan dengan malam. Yang bersifat aktif, terang, maskulin, agresif, dan dikaitkan dengan siang. Yin disimbolkan dengan air, sedangkan Yang disimbolkan dengan api.
https://i0.wp.com/mor.phe.us/writings/YINYANG.JPG

https://i0.wp.com/www.istockphoto.com/file_thumbview_approve/673028/2/istockphoto_673028-vector-japanese-kanji-yin-yang-and-symbols.jpg

https://i0.wp.com/www.directimage.com/tile/web-fs/images/yin%20yang%20grouted.jpg

Yin (feminin, hitam, bersifat pasif) dan Yang (maskulin, terang, bersifat aktif) adalah dua elemen yang saling melengkapi. Setiap kekuatan di alam dianggap memiliki keadaan Yin dan Yang.

Kemungkinan besar teori Yin dan Yang berasal dari ajaran agama agraris zaman kuno. Konsep Yin Yang dikenal dalam Taoisme dan Konfusianisme, walaupun kata Yin Yang hanya muncul sekali dalam kitab Tao Te Ching yang penuh dengan contoh dan penjelasan tentang konsep keseimbangan. Konsep Yin Yang merupakan prinsip dasar dalam ilmu pengobatan tradisional Cina yang menetapkan setiap organ tubuh memiliki Yin dan Yang.
https://i0.wp.com/www.angrypenis.org/BlogPictures/Secret1ofYinYangB.jpg

http://leagueofimaginaryheroes.files.wordpress.com/2007/09/yin-yang-2.jpg

Segala sesuatu tampak merupkaan dualitas, Yin dan Yang, tetapi apabila kita perhatikan didalam simbol Yin Yang itu sendiri, terdapat Yin didalam Yang dan terdapat Yang didalam Yin, hal ini menunjukkan bahwa tidak ada segala sesuatu yang mutlak Yin atau mutlak Yang. Kedua nya merupakan kesatuan yang tidak dapat dipisahkan, yang pada akhir nya akan menyadarkan kita bahwa tidak ada Yin dan Yang, hanya Kekosongan.

Kung fu adalah ilmu bela diri dari Tiongkok. Akan tetapi, arti kata kung fu yang sebenarnya memiliki makna luas, yakni sesuatu yang didapat dalam waktu yang lama dan dengan ketekunan yang sungguh-sungguh.

Kungfu mempunyai sejarah dan tradisi ilmu bela diri yang sangat panjang, ketat, teruji dan efektif sejak 5000 tahun yang lalu bersamaan dengan munculnya aliran kepercayaan Dao (Taoisme) yang kelak akan berkembang menjadi agama khusus. Pada tahun 2500-an, mulai bermunculan berbagai aliran Kungfu yang melegenda hingga kini, dimulai dari Kuil Shaolin (Siaw Liem Sie), Wudang (Butong), Omei (Emei-Gobi), Kun Lun, Huasan, Thian San, Khongtong dan lain-lain. Secara umum, terdapat 100 lebih aliran Kungfu dan ribuan jurus serta berbagai jenis ilmu yang unik dan aneh, mulai dari yang paling keras dan ganas (external arts) hingga ilmu yang paling lembut dan ringan seperti kapas (internal arts).

Kung fu adalah ilmu bela diri dari Tiongkok. Akan tetapi, arti kata kung fu yang sebenarnya memiliki makna luas, yakni sesuatu yang didapat dalam waktu yang lama dan dengan ketekunan yang sungguh-sungguh. Sehingga seorang ahli memasak yang hebat pun dapat dikatakan memiliki kung-fu yang tinggi.

Selain kata kung fu, istilah wushu dan kun dao juga sering dipakai untuk menyebut ilmu bela diri dari Tiongkok. Sedangkan ilmu Kungfu yang sudah menyebar ke Asia Tenggara (terutama Indonesia) di masa lalu disebut Kuntao, menurut Donn Draeger dalam buku beliau yang berjudul Weapons and Fighting Arts of Indonesia. Namun di masa kini, istilah Kuntao tersebut sudah sangat jarang dipergunakan.

Pada awal mulanya, istilah Ilmu atau kemampuan Bela Diri dalam masyarakat Tiongkok adalah “Ilmu Silat” bukan Kungfu. Kungfu tidaklah sepopuler saat ini. Kungfu sendiri lebih menunjuk kepada suatu Keahlian dan keuletan yang khusus dan teruji unggul, misalnya ahli memasak, ahli bercocok tanam dan lain-lain. Istilah Kungfu menjadi populer setelah seorang legenda ilmu bela diri, yakni Bruce Lee mempopulerkan istilah Kungfu di belahan dunia barat. Tersentak dengan kemampuan, kecepatan dan kekuatan Sang Legenda, istilah Kungfu menjadi sangat populer hingga kini.

Ilmu bela diri Kungfu pada mulanya berkembang dari kebutuhan dan kemampuan manusia untuk bertahan hidup, baik untuk membela diri dari berbagai jenis serangan binatang buas, berburu untuk makan, maupun kemampuan untuk berperang. Dengan berkembangnya ilmu pengetahuan tentang obat-obatan dan tubuh manusia di Tiongkok kuno – serta perang saudara yang berkepanjangan, Seni Bela Diri Kungfu pun berkembang pesat dan menyebar luas, sehingga membawa banyak kontribusi dan mempengaruhi cikal bakal berbagai jenis macam ilmu bela diri di [[Asia]), seperti Karate, Kempo, Pencak Silat dan lain-lain.

Kungfu mempunyai sejarah dan tradisi ilmu bela diri yang sangat panjang, ketat, teruji dan efektif sejak 5000 tahun yang lalu bersamaan dengan munculnya aliran kepercayaan Dao (Taoisme) yang kelak akan berkembang menjadi agama khusus. Pada tahun 2500-an, mulai bermunculan berbagai aliran Kungfu yang melegenda hingga kini, dimulai dari Kuil Shaolin (Siaw Liem Sie), Wudang (Butong), Omei (Emei-Gobi), Kun Lun, Huasan, Thian San, Khongtong dan lain-lain. Secara umum, terdapat 100 lebih aliran Kungfu dan ribuan jurus serta berbagai jenis ilmu yang unik dan aneh, mulai dari yang paling keras dan ganas (external arts) hingga ilmu yang paling lembut dan ringan seperti kapas (internal arts). Berbagai aliran dan ilmu-ilmu yang masih eksis hingga kini adalah Hung Gar, Lohan, Ngo Cho, Pek Ho, Eng Jiaw, Qin Na, Wing Chun, Tai Chi Quan, Hsing I, Ba Gua, Yi Quan, Fan Zi Quan, Chang Quan dan lain-lain. lain.

Para Pendekar Kungfu masa lalu yang terkenal memberikan kontribusinya dalam Dunia Kungfu antara lain :

1)Bodhidharma (Da Mo/Tat Mo atau Daruma dalam bahasa Jepang). Beliau adalah Pendeta spiritual Zen Budha dari India yang bertapa 9 tahun di Kuil Shaolin dan Pencipta berbagai jenis ilmu legendaris seperti : Ilmu Perubahan Urat & Otot (Yi Jin Jing/I Chin Ching), 9 Matahari (Kiu Yang Cin Keng), 5 Jurus Hewan, Jari Zen, dll. Namun sayangnya, beberapa diantara ilmu tersebut sudah lenyap. Konon pada saat menyebrang lautan hingga ke Tiongkok, Beliau hanya berdiri diatas sebatang dahan kecil dan gua tempat pertapaan Bodhidharma meninggalkan bayangan lekuk tubuhnya pada saat bermeditasi di tembok gua hingga kini. Selama bermeditasi 9 tahun di gua tersebut, Bodhidharma mampu mendengar pembicaraan berbagai jenis mahluk hidup seperti semut misalnya.

2)Thio Sam Hong (Thio Kun Po/Zhang Jun Bao). Di masa mudanya, Thio Sam Hong adalah murid yang sangat berbakat di Kuil Shaolin. Karena diberlakukan semena-mena oleh para senior, Beliau keluar dari Kuil Shaolin dan belajar mengembangkan Kungfu sendiri dengan memperhatikan berbagai fenomena alam seperti terpaan angin keras terhadap pohon bambu, pertarungan bangau dan ular, kokohnya pertahanan belalang sembah dari terpaan angin dan lain-lain. Setelah mengerti & memahami Intisari Alam Semesta, Thio Sam Hong muda menyepi di gunung Hua San untuk menyempurnakan ilmu-ilmunya. Pada saat Beliau turun gunung, Beliau menjelajahi seluruh Tiongkok dan mengadu ilmunya dengan para Ahli Bela Diri dan/atau Pendekar semua aliran. Berdasarkan literatur kuno, tercatat 2 pertarungan yang sangat terkenal, yakni pertama adalah pertarungan antara Thio Sam Hong dengan Pegulat Nomor 1 (Satu) Mongol yang sangat besar, kuat dan agresif. Belakangan diketahui pula bahwa Pegulat tersebut juga sangat ahli dalam berbagai aliran Kungfu Tiongkok. Pegulat Mongol tersebut konon mengalahkan banyak petarung Kuil Shaolin dan sejumlah Pendekar aliran keras lainnya. Pertarungan antara Thio Sam Hong dengan Pegulat Mongol tersebut dimenangkan oleh Thio Sam Hong dengan ilmu barunya, Tai Chi! Pertarungan kedua adalah seorang diri Thio Sam Hong mengalahkan lebih dari 100 orang gangster di sarang penyamun hanya dengan tangan kosong! Semenjak itu, Thio Sam Hong diakui oleh seluruh kalangan persilatan menjadi Pendekar Tanpa Tanding pada saat itu. Setelah merasa cukup dalam perantauanya, Beliau naik ke gunung Wudang (Butong) dan mendirikan Perguruan Wudang dengan basis utama pengajaran : Taoisme. Thio Sam Hong sendiri diyakini merupakan Pencipta Ilmu Tai Chi pertama dan sangat Ahli dalam Ilmu Tao Yin (Nei Kung). Konon Thio Sam Hong hidup di 3 (tiga) jaman (Immortal Taoist)dinasti,yakni Dinasti Sung, Dinasti Yuan (Monggol) dan Dinasti Ming (Han).

3) Yue Fei. Beliau adalah Jenderal Patriot yang terkenal dari Dinasti Sung (960-1279) dan hingga akhir hayatnya tetap setia membela negara walaupun difitnah dan dihukum mati oleh penguasa lalim. Jenderal Yue Fei adalah pencipta Kungfu Internal dan eksternal, yakni : Hsing – I (Xing Yi) dan Eng Jiaw (Cakar Elang). Selain ahli dalam pertarungan tangan kosong, Jenderal Yue Fei juga ahli dalam 18 senjata Shaolin khususnya tombak tunggal. Konon ilmu tombaknya setara dengan ilmu tombak Keluarga Yang (Ilmu tombak Keluarga Yang merupakan ilmu silat keluarga turun temurun yang sangat khas dan tinggi serta hanya sedikit Ahli/Pendekar yang mampu menandingi ilmu mereka pada jamannya. Berdasarkan catatan kuno, diketahui bahwa ilmu tombak tingkat tinggi Keluarga Yang mempunyai sejumlah keistimewaan, yakni : Ilmu Tombak Melekat/Berpilin dan Ilmu Tombak (Toya) Naga Perkasa yang mampu melumpuhkan/membunuh lawan tanpa menyentuh fisik. Catatan : Keluarga Yang merupakan patriot sejati Dinasti Sung yang tetap setia hingga akhir kejatuhan Dinasti Sung oleh Monggol). Kungfu Hsing I sendiri sempat lenyap dari dunia persilatan pasca meninggalnya Jenderal Yue Fei hingga sampai ditemukan kembali Kitab Kungfu Hsing I peninggalan Jenderal Yue Fei menjelang akhir Dinasti Ming oleh Ji Long Feng (Ji Jike). Kemudian Ji Long Feng menurunkan Kungfu Hsing I ke Keluarga Ma, Cao Ji Wu dan lain-lain hingga akhirnya muncul Kuo Yun Shen dan Sun Lutang sebagai ahli-ahli Kungfu Hsing I yang luar biasa.

4)5 Leluhur Shaolin. Pasca pembakaran Kuil Shaolin dalam pertempuran kedua antara para Pendeta Kuil Shaolin dengan 50.000 Tentara Qing bersenjata lengkap dan modern yang dibantu para Lhama Tibet dan Praktisi Pak Mei (White Eyebrow). Kelima leluhur tersebut adalah : a) Choi Tak-Chung (蔡德忠) b) Fong Tai-Hung (方大洪) c) Ma Chiu-Hing (馬超興) d) Wu Tak-Tai (胡德帝) e) Lee Sik-Hoi (李式開) Berdasarkan literatur lama, disebutkan bahwa Kuil Shaolin hancur total dan terbakar selama 40 hari 40 malam dalam serangan tersebut. Seluruh catatan kuno ribuan tahun termasuk sejumlah ilmu Kungfu legendaris dan senjata pusaka hilang atau habis terbakar. Dari ribuan Biksu dan non Biksu Shaolin, hanya 5 orang yang lolos dari serangan tersebut dan kemudian mereka menyebar keseluruh Tiongkok sembari menyebarkan Shaolin Kungfu serta perlawanan anti Dinasti Qing. Kehancuran Kuil Shaolin diakibatkan oleh adanya pengkhianatan oknum Shaolin yang ternyata adalah antek-antek Dinasti Qing yang menyusup dan menabur racun diberbagai titik sumber air dan makanan para Bhiksu. Pada saat serangan kedua tersebut, kondisi fisik yang keracunan telah menyebabkan hilangnya kemampuan bertarung para Bhiksu dan Non Bhiksu Shaolin. Dalam pertarungan pertama, para Petarung Kuil Shaolin berhasil mengusir puluhan ribuan tentara Dinasti Qing yang bersenjata lengkap. Kegagalan dalam serangan pertama tersebut, membuat Kaisar Qing di puncak kemarahan. Sang Kaisar mengumpulkan tentara-tentara terbaik dari setiap legiun dan merekrut seluruh ahli bela diri Kungfu (termasuk para Lhama Tibet dan Praktisi Pak Mei) yang loyal kepada Dinasti Qing untuk bersama-sama menyerbu Kuil Shaolin serta menpersiapkan strategi penyusupan/perusakan dari dalam Kuil Shaolin. Dikemudian hari, 5 Leluhur Shaolin ini identik pula dengan 5 Tokoh Utama yang terkenal, yakni : a) Hung Hei-Koon 洪熙官 Hóng Xīguān/Hung Hei Gun, Pencipta Kungfu Hung Gar Hung Hei Koon adalah murid utama dari Bhiksu Gee Sin Sim See. Beliau terkenal sebagai Ahli Gung Gee Fok Fu Kuen (Siu Lum Fook Fu Kuen)dan Cakar Harimau Sejati. Jurus cakar harimaunya terkenal sangat ganas dan bertenaga. Kebanyakan korban keganasan jurus Hung Hei Koon adalah para tentara Qing dan antek-antek Manchu. b) Lau Sam-Ngan 劉三眼 Liú Sānyǎn/Lau Sam Ngan. Pencipta Kungfu Lau Gar Beliau dikenal dengan julukan “Lau si 3 Mata” c) Choi Kau-Yee 蔡九儀 Cài Jiǔyí/Choy Gau Yi, Pencipta Kungfu Choi Gar d) Lee Yau-San 李友山 Lǐ Yǒushān/Li Yau San, Pencipta Kungfu Lei Gar. Beliau adalah Guru dari Chan Heung, Pencipta Kungfu Choi Lei Fut e) Mok Ching-Kiu 莫清矯 Mò Qīngjiǎo/Mok Ching Giu, Pencipta Kungfu Mok Gar

5) Wong Fei Hung (Huang Fei Hong). Beliau adalah Ahli Kungfu, Pendiri Rumah Obat Pho Chi Lam dan sekaligus Shinshe Akunpuntur yang sangat terkenal dengan berbagai jenis ilmu Kungfu seperti : Ilmu Pasangan Harimau dan Bangau, Tendangan Tanpa Bayangan, Toan Ta, Toya 8 Diagram dan lain-lain. Murid-murid Beliau yang sangat terkenal antara lain : Lam Sai Wing, Leung Fong, Tang Fung dan Lin Wan Gai. Wong Fei Hung merupakan anak dari Wong Kei Ying, salah satu Pesilat terkenal dari “10 Harimau Kanton”. Pada masa hidupnya, Wong Fei Hung terkenal dengan berbagai pertarungan baik dengan para pesilat lokal maupun petarung asing demi mempertahankan “China’s Pride” yang pada saat itu jatuh hingga ke titik terendah. 2 (Dua) pertarungan yang sangat terkenal adalah pada saat Wong menjatuhkan lebih dari 50 orang pesilat gangster/bajak laut di pelabuhan hanya dengan sebatang toya dan pertarungan kedua adalah pada saat Beliau bersama dengan Liu Yong Fu berperang langsung dengan tentara Jepang di Taiwan. Beliau sendiri merupakan murid langsung dari Pengemis Sakti So (Beggar So), Lam Fuk Sing dan ayahnya sendiri yang notabene adalah anak dari Wong Tai, murid langsung Luk Ah Choi, Ahli Kungfu Hung Gar dan sekaligus murid langsung dari Biksu Shaolin terkenal : Gee Sin Sim See, Li Bak Fu & Hung Hei Koon.

6) Hua Yan Jia (Fok Yuen Gap). Beliau adalah Pendiri Chin Woo Athletic Association yang hingga kini telah tersebar lebih dari 50 cabang di USA, Kanada, Argentina, Peru, Makau, Hongkong, China, Jepang, Wales, Selandia Baru, Srilanka, Vietnam, Australia, Singapura, Thailand, Malaysia dan lain-lain. Beliau merupakan Pendekar Kungfu yang terkenal sangat nasionalis dan juga lahir dari keluarga pesilat aliran Huo. Pada masa hidupnya, baik Beliau maupun muridnya Liu Zhensheng terkenal sebagai Pendekar Kungfu yang banyak mengalahkan berbagai praktisi aliran beladiri dari berbagai negara seperti pegulat, petinju, Pejudo dan Karateka dari Rusia, Inggris dan Jepang. Huo Yan Jia meninggal pada umur 42 pada tahun 1910 dan berdasarkan hasil otopsi Tianjin Municipality Police Laboratory, ditemukan racun arsenik dalam tubuh Huo. Para petinggi Chin Woo dan Dokter pemeriksa menduga bahwa racun tersebut terkait dengan hasil pertarungan terakhir dengan Japanesse Judo Association (“JJA”) yang berakibat banyaknya anggota JJA yang menderita kekalahan atau luka fatal di matras pertarungan.

7)Keluarga Chen, Chen Fa Ke salah satu penerus Tai Chi aliran Chen yang sangat terkenal pada masa hidupnya karena tidak ada satupun lawan yang dapat mengalahkannya. Banyak Ahli Bela Diri baik aliran keras maupun lembut serta berbagai aliran Bela Diri lain yang mengakui bahwa Chen Fa Ke adalah Pesilat Tak Terkalahkan pada jamannya.

8)Keluarga Yang, Yang Lu Chan (Yang Fu Kui). Beliau adalah Pendiri Tai Chi aliran Yang. Pada masa hidupnya, Beliau juga terkenal sebagai Pendekar dengan julukan “Yang Wu Di = Yang Tak Terkalahkan”. Keturunan Beliau dan penerusnya yang sangat terkenal antara lain : Yang Chien Hou, Yang Shao Hao, Yang Cheng Fu & Chen Man Ching. Ilmu Tai Chi Yang Lu Chan sendiri terkenal dengan sejumlah julukan, yakni Mien Quan (Cotton Fist)dan Hua Quan (Neutralising Fist).

9) Kuo Yun Shen (Guo Yun Shen/Yu Sheng) terkenal dengan ilmu silatnya dan Nei Kung yang sangat tinggi. Beliau adalah ahli Kungfu Hsing – I (Xing Yi). Kuo Yun Shen dijuluki “Ban Bu Peng Kuo” karena terkenal dengan penguasaan ilmu Peng Quan (“Crushing Fist”) yang sempurna, salah satu ilmu dari 5 Elemen Hsing I). Konon Ilmu Tapak Kapasnya mampu merontokkan tubuh lawan cukup hanya dengan menyentuhnya. Kuo Yun Shen pernah menepuk 10 batubata dengan lembut dan semuanya hancur terburai. Beliau sendiri adalah murid terbaik dari Master Li Luoneng dan tidak pernah terkalahkan oleh siapapun pada jamannya. Hanya satu orang yang dapat mengimbangi Master Kuo Yun Shen, yakni Tung Hai Chuan dalam pertarungan sengit selama 3 hari 3 malam yang berakhir seri dan akhirnya mereka menjadi sahabat baik yang saling bertukar ilmu Kungfu.

10)Sun Lutang (Sun Fu Quan). Beliau adalah Pencipta Tai Chi aliran Sun dan terkenal sebagai Ahli Hsing I dan Bagua. Beliau merupakan murid dari berbagai Ahli Kungfu seperti Bhiksu Wu, Kuo Yun Shen, Li Kui Yuan, Cheng Ting Hua (Ahli Baguazhang), Hao Wei Chen (Ahli Wu Yu Xiang Tai Chi) dan lain-lain. Julukan Beliau adalah : “Pendekar Kepala Harimau” dan “Lebih Pintar daripada Monyet Aktif”.

11) Tung Hai Chuan (Dong Haichuan)adalah pencipta ilmu Baguazhang (Zhuanzhang)dan terkenal tidak terkalahkan pada jamannya. Salah satu pertarungan terkenalnya adalah pertarungan 3 hari 3 malam dengan Master Kuo Yun Shen yang berakhir seri. Selain ahli Baguazhang, Beliau juga ahli dalam ilmu Bafanshan, Hongquan, Xingmengquan, Jinggangquan, Erlangquan dan Lohanquan.

12) Yip Man (Ip Man) merupakan salah satu ahli Kungfu Wing Chun ternama dan terkenal sebagai Pesilat yang tak terkalahkan namun sangat “low profile”. Beliau merupakan murid langsung dari Chan Wah Sun, Ng Chung Sok & Leung Bik (anak dari Leung Jan). Selama di Foshan, Tiongkok, Beliau mempunyai beberapa murid yang terkenal antara lain : Lok Yiu, Chow Kwong Yue,Kwok Fu, Lun Kai,Chan Chi Sun dan Lui Ying. Pada saat di Hongkong, sejumlah murid Beliau yang terkenal adalah Leung Sheung, Lok Yiu, Chu Song Tin, Wong Shun Leung, Lo Man Kam dan Li Siau Lung (Bruce Lee).

13) Bruce Lee (Lee Jun Fan/Lee Siau Lung). Praktisi Wing Chun dan Pendiri Jeet Kune Do (Intercepting Fist). Beliau adalah aktor sekaligus seniman bela diri yang berangkat dari hobi perkelahian jalanan bahkan dengan anggota2 geng mafia. Pada masa hidupnya, Beliau terkenal dengan sejumlah pertarungan nyata dengan berbagai praktisi bela diri baik pada masa syuting film maupun hari-hari yang telah ditentukan. Berikut adalah daftar sejumlah pertarungan Bruce Lee yang tercatat : a) Pada tahun 1958, Bruce Lee mengalahkan Juara Boxer Inggris 3x, Gary Elms di ronde ketiga dengan KO dalam kejuaran Hongkong Inter School Amateur Boxing Championship b) Sebelum berhadapan dengan Gary Elms, Bruce Lee mengalahkan Shen Yuen, Lieh Lo dan Yang Huang semuanya di ronde pertama dengan KO c) Bruce Lee mengalahkan Pu Chung, Ahli Kungfu Choy Li Fut dengan KO di ronde pertama dalam pertarungan Full Contact Body. Sponsor pertarungan tersebut adalah Wong Sheung Leung d) Selama tahun 1959-1960, Bruce Lee terlibat banyak pertarungan di jalanan dan rata-rata korbannya KO atau cacat, sehingga pihak Kepolisian menjadi sibuk akibat hobi Beliau e) Pada tahun 1962, Bruce Lee mengalahkan Uechi juara Karate Sabuk Hitam dengan KO 11 detik di Seattle. Taki Kimura justru menghitung KO tersebut dalam waktu 10 detik! f) Pada saat syting film The Big Boss di Thailand, Bruce menjawab tantangan dari para Muai Thay dengan meng-KO wakil mereka hanya dalam hitungan detik g) Pada saat syuting film Enter The Dragon, Bruce juga menjawab tantangan seorang Karateka Ban Hitam dengan meng-KOnya dalam hitungan detik h) Dalam beberapa kesempatan, Bruce menjawab tantangan dari berbagai ahli bela diri baik dengan menggunakan tangan kosong maupun senjata, namun semua lawannya rata-rata mengalami nasib KO atau tidak dapat melanjutkan pertarungan. Pada umumnya pertarungan tersebut disaksikan banyak orang atau ahli-ahli bela diri lainnya i) Pertarungan yang terlama dan cukup menguras energi Bruce Lee adalah pada saat Beliau berhadapan dengan Wong Jack Man, ahli Xing Yi, Kungfu Shaolin Selatan dan Tai Chi. Konon Wong Jack Man adalah petarung Kungfu dari Chin Woo School. Pertarungan selesai dalam waktu 20-25 menit dengan kemenangan Bruce Lee. Di lain kesempatan, Wong Jack Man mengajukan tantangan kembali namun Bruce Lee tidak pernah menanggapi. Belajar dari pertarungan tersebut, Bruce mengintegrasikan seluruh kemampuan dan ilmu bela dirinya dan akhirnya menciptakan aliran bela diri baru, yakni : Jeet Kune Do.

Seiring dengan kemajuan dan makin terbukanya negara Tiongkok, berbagai jenis aliran ilmu bela diri Kung fu digabung dan distandarkan menjadi suatu bentuk olahraga yang dapat dipertandingkan secara internasional, yakni Wushu atau “Seni Perang”.

Para Pendekar Kungfu masa lalu yang terkenal memberikan kontribusinya dalam Dunia Kungfu antara lain :

Para Pendekar Kungfu masa lalu yang terkenal memberikan kontribusinya dalam Dunia Kungfu antara lain :

1). Bodhidharma (Da Mo/Tat Mo atau Daruma (Jepang0

Beliau adalah Pendeta spiritual Zen Budha dari India yang bertapa 9 tahun di Kuil Shaolin dan Pencipta berbagai jenis ilmu legendaris seperti : Ilmu Perubahan Urat & Otot (Yi Jin Jing/I Chin Ching), 9 Matahari (Kiu Yang Cin Keng), 5 Jurus Hewan, Jari Zen, dll. Namun sayangnya, beberapa diantara ilmu tersebut sudah lenyap. Konon pada saat menyebrang lautan hingga ke Tiongkok, Beliau hanya berdiri diatas sebatang dahan kecil dan gua tempat pertapaan Bodhidharma meninggalkan bayangan lekuk tubuhnya pada saat bermeditasi di tembok gua hingga kini. Selama bermeditasi 9 tahun di gua tersebut, Bodhidharma mampu mendengar pembicaraan berbagai jenis mahluk hidup seperti semut misalnya
2). Thio Sam Honh

Di masa mudanya, Thio Sam Hong adalah murid yang sangat berbakat di Kuil Shaolin. Karena diberlakukan semena-mena oleh para senior, Beliau keluar dari Kuil Shaolin dan belajar mengembangkan Kungfu sendiri dengan memperhatikan berbagai fenomena alam seperti terpaan angin keras terhadap pohon bambu, pertarungan bangau dan ular, kokohnya pertahanan belalang sembah dari terpaan angin dan lain-lain. Setelah mengerti & memahami Intisari Alam Semesta, Thio Sam Hong muda menyepi di gunung Hua San untuk menyempurnakan ilmu-ilmunya. Pada saat Beliau turun gunung, Beliau menjelajahi seluruh Tiongkok dan mengadu ilmunya dengan para Ahli Bela Diri dan/atau Pendekar semua aliran. Berdasarkan literatur kuno, tercatat 2 pertarungan yang sangat terkenal, yakni pertama adalah pertarungan antara Thio Sam Hong dengan Pegulat Nomor 1 (Satu) Mongol yang sangat besar, kuat dan agresif. Belakangan diketahui pula bahwa Pegulat tersebut juga sangat ahli dalam berbagai aliran Kungfu Tiongkok. Pegulat Mongol tersebut konon mengalahkan banyak petarung Kuil Shaolin dan sejumlah Pendekar aliran keras lainnya. Pertarungan antara Thio Sam Hong dengan Pegulat Mongol tersebut dimenangkan oleh Thio Sam Hong dengan ilmu barunya, Tai Chi! Pertarungan kedua adalah seorang diri Thio Sam Hong mengalahkan lebih dari 100 orang gangster di sarang penyamun hanya dengan tangan kosong! Semenjak itu, Thio Sam Hong diakui oleh seluruh kalangan persilatan menjadi Pendekar Tanpa Tanding pada saat itu. Setelah merasa cukup dalam perantauanya, Beliau naik ke gunung Wudang (Butong) dan mendirikan Perguruan Wudang dengan basis utama pengajaran : Taoisme. Thio Sam Hong sendiri diyakini merupakan Pencipta Ilmu Tai Chi pertama dan sangat Ahli dalam Ilmu Tao Yin (Nei Kung). Konon Thio Sam Hong hidup di 3 (tiga) jaman (Immortal Taoist)dinasti,yakni Dinasti Sung, Dinasti Yuan (Monggol) dan Dinasti Ming (Han).

3). Yu Fei

Beliau adalah Jenderal Patriot yang terkenal dari Dinasti Sung (960-1279) dan hingga akhir hayatnya tetap setia membela negara walaupun difitnah dan dihukum mati oleh penguasa lalim. Jenderal Yue Fei adalah pencipta Kungfu Internal dan eksternal, yakni : Hsing – I (Xing Yi) dan Eng Jiaw (Cakar Elang). Selain ahli dalam pertarungan tangan kosong, Jenderal Yue Fei juga ahli dalam 18 senjata Shaolin khususnya tombak tunggal. Konon ilmu tombaknya setara dengan ilmu tombak Keluarga Yang (Ilmu tombak Keluarga Yang merupakan ilmu silat keluarga turun temurun yang sangat khas dan tinggi serta hanya sedikit Ahli/Pendekar yang mampu menandingi ilmu mereka pada jamannya. Berdasarkan catatan kuno, diketahui bahwa ilmu tombak tingkat tinggi Keluarga Yang mempunyai sejumlah keistimewaan, yakni : Ilmu Tombak Melekat/Berpilin dan Ilmu Tombak (Toya) Naga Perkasa yang mampu melumpuhkan/membunuh lawan tanpa menyentuh fisik. Catatan : Keluarga Yang merupakan patriot sejati Dinasti Sung yang tetap setia hingga akhir kejatuhan Dinasti Sung oleh Monggol). Kungfu Hsing I sendiri sempat lenyap dari dunia persilatan pasca meninggalnya Jenderal Yue Fei hingga sampai ditemukan kembali Kitab Kungfu Hsing I peninggalan Jenderal Yue Fei menjelang akhir Dinasti Ming oleh Ji Long Feng (Ji Jike). Kemudian Ji Long Feng menurunkan Kungfu Hsing I ke Keluarga Ma, Cao Ji Wu dan lain-lain hingga akhirnya muncul Kuo Yun Shen dan Sun Lutang sebagai ahli-ahli Kungfu Hsing I yang luar biasa

4). Lima leluhur Shaolin

Pasca pembakaran Kuil Shaolin dalam pertempuran kedua antara para Pendeta Kuil Shaolin dengan 50.000 Tentara Qing bersenjata lengkap dan modern yang dibantu para Lhama Tibet dan Praktisi Pak Mei (White Eyebrow). Kelima leluhur tersebut adalah : a) Choi Tak-Chung (蔡德忠) b) Fong Tai-Hung (方大洪) c) Ma Chiu-Hing (馬超興) d) Wu Tak-Tai (胡德帝) e) Lee Sik-Hoi (李式開) Berdasarkan literatur lama, disebutkan bahwa Kuil Shaolin hancur total dan terbakar selama 40 hari 40 malam dalam serangan tersebut. Seluruh catatan kuno ribuan tahun termasuk sejumlah ilmu Kungfu legendaris dan senjata pusaka hilang atau habis terbakar. Dari ribuan Biksu dan non Biksu Shaolin, hanya 5 orang yang lolos dari serangan tersebut dan kemudian mereka menyebar keseluruh Tiongkok sembari menyebarkan Shaolin Kungfu serta perlawanan anti Dinasti Qing. Kehancuran Kuil Shaolin diakibatkan oleh adanya pengkhianatan oknum Shaolin yang ternyata adalah antek-antek Dinasti Qing yang menyusup dan menabur racun diberbagai titik sumber air dan makanan para Bhiksu. Pada saat serangan kedua tersebut, kondisi fisik yang keracunan telah menyebabkan hilangnya kemampuan bertarung para Bhiksu dan Non Bhiksu Shaolin. Dalam pertarungan pertama, para Petarung Kuil Shaolin berhasil mengusir puluhan ribuan tentara Dinasti Qing yang bersenjata lengkap. Kegagalan dalam serangan pertama tersebut, membuat Kaisar Qing di puncak kemarahan. Sang Kaisar mengumpulkan tentara-tentara terbaik dari setiap legiun dan merekrut seluruh ahli bela diri Kungfu (termasuk para Lhama Tibet dan Praktisi Pak Mei) yang loyal kepada Dinasti Qing untuk bersama-sama menyerbu Kuil Shaolin serta menpersiapkan strategi penyusupan/perusakan dari dalam Kuil Shaolin. Dikemudian hari, 5 Leluhur Shaolin ini identik pula dengan 5 Tokoh Utama yang terkenal, yakni : a) Hung Hei-Koon 洪熙官 Hóng Xīguān/Hung Hei Gun, Pencipta Kungfu Hung Gar Hung Hei Koon adalah murid utama dari Bhiksu Gee Sin Sim See. Beliau terkenal sebagai Ahli Gung Gee Fok Fu Kuen (Siu Lum Fook Fu Kuen)dan Cakar Harimau Sejati. Jurus cakar harimaunya terkenal sangat ganas dan bertenaga. Kebanyakan korban keganasan jurus Hung Hei Koon adalah para tentara Qing dan antek-antek Manchu. b) Lau Sam-Ngan 劉三眼 Liú Sānyǎn/Lau Sam Ngan. Pencipta Kungfu Lau Gar Beliau dikenal dengan julukan “Lau si 3 Mata” c) Choi Kau-Yee 蔡九儀 Cài Jiǔyí/Choy Gau Yi, Pencipta Kungfu Choi Gar d) Lee Yau-San 李友山 Lǐ Yǒushān/Li Yau San, Pencipta Kungfu Lei Gar. Beliau adalah Guru dari Chan Heung, Pencipta Kungfu Choi Lei Fut e) Mok Ching-Kiu 莫清矯 Mò Qīngjiǎo/Mok Ching Giu, Pencipta Kungfu Mok Gar

5). Wong Fei Hung

6. Hua Yan Jia (Fok Yuen Gap)

Beliau adalah Pendiri Chin Woo Athletic Association yang hingga kini telah tersebar lebih dari 50 cabang di USA, Kanada, Argentina, Peru, Makau, Hongkong, China, Jepang, Wales, Selandia Baru, Srilanka,Vietnam, Australia, Singapura, Thailand, Malaysia dan lain-lain. Beliau merupakan Pendekar Kungfu yang terkenal sangat nasionalis dan juga lahir dari keluarga pesilat aliran Huo. Pada masa hidupnya, baik Beliau maupun muridnya Liu Zhensheng terkenal sebagai Pendekar Kungfu yang banyak mengalahkan berbagai praktisi aliran beladiri dari berbagai negara seperti pegulat, petinju, Pejudo dan Karateka dari Rusia, Inggris dan Jepang. Huo Yan Jia meninggal pada umur 42 pada tahun 1910 dan berdasarkan hasil otopsi Tianjin Municipality Police Laboratory, ditemukan racun arsenik dalam tubuh Huo. Para petinggi Chin Woo dan Dokter pemeriksa menduga bahwa racun tersebut terkait dengan hasil pertarungan terakhir dengan Japanesse Judo Association (“JJA”) yang berakibat banyaknya anggota JJA yang menderita kekalahan atau luka fatal di matras pertarungan

7)Keluarga Chen, Chen Fa Ke

salah satu penerus Tai Chi aliran Chen yang sangat terkenal pada masa hidupnya karena tidak ada satupun lawan yang dapat mengalahkannya. Banyak Ahli Bela Diri baik aliran keras maupun lembut serta berbagai aliran Bela Diri lain yang mengakui bahwa Chen Fa Ke adalah Pesilat Tak Terkalahkan pada jamannya.

8)Keluarga Yang, Yang Lu Chan (Yang Fu Kui).

Beliau adalah Pendiri Tai Chi aliran Yang.

Pada masa hidupnya, Beliau juga terkenal sebagai Pendekar dengan julukan “Yang Wu Di = Yang Tak Terkalahkan”. Keturunan Beliau dan penerusnya yang sangat terkenal antara lain : Yang Chien Hou, Yang Shao Hao, Yang Cheng Fu & Chen Man Ching. Ilmu Tai Chi Yang Lu Chan sendiri terkenal dengan sejumlah julukan, yakni Mien Quan (Cotton Fist)dan Hua Quan (Neutralising Fist).

9) Kuo Yun Shen (Guo Yun Shen/Yu Sheng)

terkenal dengan ilmu silatnya dan Nei Kung yang sangat tinggi. Beliau adalah ahli Kungfu Hsing – I (Xing Yi). Kuo Yun Shen dijuluki “Ban Bu Peng Kuo” karena terkenal dengan penguasaan ilmu Peng Quan (“Crushing Fist”) yang sempurna, salah satu ilmu dari 5 Elemen Hsing I). Konon Ilmu Tapak Kapasnya mampu merontokkan tubuh lawan cukup hanya dengan menyentuhnya. Kuo Yun Shen pernah menepuk 10 batubata dengan lembut dan semuanya hancur terburai. Beliau sendiri adalah murid terbaik dari Master Li Luoneng dan tidak pernah terkalahkan oleh siapapun pada jamannya. Hanya satu orang yang dapat mengimbangi Master Kuo Yun Shen, yakni Tung Hai Chuan dalam pertarungan sengit selama 3 hari 3 malam yang berakhir seri dan akhirnya mereka menjadi sahabat baik yang saling bertukar ilmu Kungfu.

10)Sun Lutang (Sun Fu Quan)

Beliau adalah Pencipta Tai Chi aliran Sun dan terkenal sebagai Ahli Hsing I dan Bagua. Beliau merupakan murid dari berbagai Ahli Kungfu seperti Bhiksu Wu, Kuo Yun Shen, Li Kui Yuan, Cheng Ting Hua (Ahli Baguazhang), Hao Wei Chen (Ahli Wu Yu Xiang Tai Chi) dan lain-lain.

Julukan Beliau adalah : “Pendekar Kepala Harimau” dan “Lebih Pintar daripada Monyet Aktif”.

11) Tung Hai Chuan (Dong Haichuan)12)

adalah pencipta ilmu Baguazhang (Zhuanzhang)dan terkenal tidak terkalahkan pada jamannya. Salah satu pertarungan terkenalnya adalah pertarungan 3 hari 3 malam dengan Master Kuo Yun Shen yang berakhir seri. Selain ahli Baguazhang, Beliau juga ahli dalam ilmu Bafanshan, Hongquan, Xingmengquan, Jinggangquan, Erlangquan dan Lohanquan.

12. Yip Man (Ip Man)12)

Yip Man (Ip Man) merupakan salah satu ahli Kungfu Wing Chun ternama dan terkenal sebagai Pesilat yang tak terkalahkan namun sangat “low profile”. Beliau merupakan murid langsung dari Chan Wah Sun, Ng Chung Sok & Leung Bik (anak dari Leung Jan). Selama di Foshan,
Tiongkok, Beliau mempunyai beberapa murid yang terkenal antara lain : Lok Yiu, Chow Kwong Yue,Kwok Fu, Lun Kai,Chan Chi Sun dan Lui Ying. Pada saat di Hongkong, sejumlah murid Beliau yang terkenal adalah Leung Sheung, Lok Yiu, Chu Song Tin, Wong Shun Leung, Lo Man Kam dan Li Siau Lung (Bruce Lee).
Tambahan cerita Ip man

13. Bruce Lee (Lee Jun Fan/Lee Siau Lung).

Praktisi Wing Chun dan Pendiri Jeet Kune Do (Intercepting Fist). Beliau adalah aktor sekaligus seniman bela diri yang berangkat dari hobi perkelahian jalanan bahkan dengan anggota2 geng mafia. Pada masa hidupnya, Beliau terkenal dengan sejumlah pertarungan nyata dengan berbagai praktisi bela diri baik pada masa syuting film maupun hari-hari yang telah ditentukan. Berikut adalah daftar sejumlah pertarungan Bruce Lee yang tercatat : a) Pada tahun 1958, Bruce Lee mengalahkan Juara Boxer Inggris 3x, Gary Elms di ronde ketiga dengan KO dalam kejuaran Hongkong Inter School Amateur Boxing Championship b) Sebelum berhadapan dengan Gary Elms, Bruce Lee
mengalahkan Shen Yuen, Lieh Lo dan Yang Huang semuanya di ronde pertama dengan KO c) Bruce Lee mengalahkan Pu Chung, Ahli Kungfu Choy Li Fut dengan KO di ronde pertama dalam pertarungan Full Contact Body. Sponsor pertarungan tersebut adalah Wong Sheung Leung d) Selama tahun 1959-1960, Bruce Lee terlibat banyak pertarungan di
jalanan dan rata-rata korbannya KO atau cacat, sehingga pihak Kepolisian menjadi sibuk akibat hobi Beliau e) Pada tahun 1962, Bruce Lee mengalahkan Uechi juara Karate Sabuk Hitam dengan KO 11 detik di Seattle. Taki Kimura justru menghitung KO tersebut dalam waktu 10 detik! f) Pada saat syting film The Big Boss di Thailand, Bruce menjawab
tantangan dari para Muai Thay dengan meng-KO wakil mereka hanya dalam hitungan detik g) Pada saat syuting film Enter The Dragon, Bruce juga menjawab tantangan seorang Karateka Ban Hitam dengan meng-KOnya dalam hitungan detik h) Dalam beberapa kesempatan, Bruce menjawab tantangan dari berbagai ahli bela diri baik dengan menggunakan tangan kosong maupun senjata, namun semua lawannya rata-rata mengalami nasib KO atau tidak dapat melanjutkan pertarungan. Pada umumnya pertarungan tersebut disaksikan banyak orang atau ahli-ahli bela diri lainnya i) Pertarungan yang terlama dan cukup menguras energi Bruce Lee adalah pada saat Beliau berhadapan dengan Wong Jack Man, ahli Xing Yi, Kungfu Shaolin Selatan dan Tai Chi. Konon Wong Jack Man adalah petarung Kungfu dari Chin Woo School.

Pertarungan selesai dalam waktu 20-25 menit ,ada yg blg 3menit.dengan kemenangan Bruce Lee. Di lain kesempatan, Wong Jack Man mengajukan tantangan kembali namun Bruce Lee tidak pernah menanggapi. Belajar dari pertarungan tersebut, Bruce mengintegrasikan seluruh kemampuan dan ilmu bela dirinya dan akhirnya menciptakan aliran bela diri baru, yakni : Jeet Kune Do.

14). Lu Bu

Lahir: 153
Wafat: 198

Lü Bu, nama lengkap Lü Fengxian, lahir di Wuyuan (sekarang di wilayah Mongolia Dalam) adalah seorang jenderal terkenal dari penghujung zaman Dinasti Han dan Tiga Negara. Lu Bu dengan ciri khas memakai penutup kepala dengan ekor, ia memiliki kuda yang sangat kuat : red hare

Lü Bu merupakan salah satu jenderal perang terhebat sepanjang sejarah China, yang ahli dalam berkuda, memanah, dan pertarungan dengan senjata. Terkenal oleh kekuatannya dan kehebatannya dalam medan pertempuran, namun demikian juga ahklaknya yg buruk, suka berubah-rubah, dan tidak dapat dipercaya. Ia juga adalah seorang yang menghalalkan segala cara untuk mewujudkan ambisinya. Lü Bu pertama kali mengabdi kepada Ding Yuan, yang kemudian berkomplot bersama He Jin untuk membunuh para menteri istana sepeninggal Kaisar Lingdi dan naik pangkat menjadi letnan jenderal.

Setelah Dong Zhuo mengangkat diri sebagai perdana menteri, ia kemudian menjadikan Lü Bu sebagai anak angkatnya dan panglima perang kekaisaran. Dengan Lü Bu di pihaknya Dong Zhuo memiliki kekuatan besar untuk menguasai dan melakukan kejahatan. Dong Zhuo mengambil alih ibukota dan kekaisaran serta melakukan banyak kejahatan yang juga membut banyak orang sedih dan menderita. Pertarungan besarnya adalah ketika ia ditugaskan menjaga benteng Hu Lao dari kepungan aliansi musuh. Tidak ada seorangpun yang menjadi tandinganya, hanya seorang Zhang Fei bertahan mengahadapinya. Jenderal besar Guan Yu dari pihak Liu Bei ikut membantu Zhang Fei, namun Lü Bu tetap bertahan tanpa menunjukan kelelahan yang berarti. Bergabungnya Liu Bei akhirnya memaksa Lü Bu mundur. Benteng Hu Lao berhasil ditaklukan, Dong Xhuo membakar ibukota dan melakukan eksodus besar-besaran dari Luo Yang ke Chang An. Wang Yun, salah seorng menteri mengatur siasat untuk membunuh Dong Zhuo, ia kemudian menggunakan anaknya Diao Chan, seorang penari yang sangat mempesona untuk memancing Lü Bu membunuh Dong Zhuo. Wan Yun berjanji akan menikahkan Lü Bu dengan putrinya Diao Chan jika Lu Bu berhasil membunuh Dong Zhuo. Karena sifat Dong Zhuo yang tidak sabar dan bertemperamen kasar, Lü Bu akhirnya murka dan membunuh Dong Zhuo atas hasutan Wang Yun tersebut.

Li Jue, bawahan Dong Zhuo memimpin pasukan menyerang dan mengusir Lü Bu dari ibukota, Lü Bu melarikan diri dalam pengasingan, mencari perlindungan kepada Yuan Shu, yang menolak untuk menerimanya, lalu ia juga pergi kepada Yuan Shao, Zhang Miao dan Liu Bei.

Ia akhirnya menyusun kekuatan di Xia Pi, di mana ia sering terlibat pertempuran dengan Cao Cao. Tahun 198, Cao Cao menyerang Xia Pi dan memukul mundur pasukan Lü Bu terus menerus serta akhirnya mengepung pasukan Lü Bu selama 3 bulan. Lü Bu dengan moral pasukan yang rendah diperparah dengan pengkhianatan bawahannya, Hou Cheng, Song Xian dan Wei Xu. Lü Bu tertangkap oleh Cao Cao, yang kemudian ia menawarkan jasanya untuk bekerja sebagai bawahan Cao Cao. Namun Liu Bei mengingatkan Cao Cao bahwa Lü Bu tidak dapat dipercaya dan membiarkannya hidup sangat berbahaya. Lü Bu kemudian dieksekusi oleh Cao Cao.

Ada sebagian orang yang mengatakan bahwa Lu Bu adalah jelmaan dari Sun Go Kong (Kera Sakti)

Ini adalah contoh orang yang berperang lebih menonjol menggunakan otot dibandingkan otak. Walaupun kuat, ia pun tersiksa oleh kebodohannya sendiri.

*Lu Bu dikenal sebagai tipe seseorang yang sangat sayang oleh anak kecil. Ia gemar menolong anak-anak di tiap desa/kota yang sedang ia perangi/pertahankan untuk segera pergi terlebih dahulu sebelum terjadinya perang. Ada beberapa pendekar lagi yang antara lain :

14). Shinse Lo Ban Teng

Selalu menarik untuk melihat capaian-capaian, kesimpulan, ataupun nasihat dari seorang guru besar yang telah melalui jalan panjang yang berliku-liku dalam senibeladiri.

Nun dekat di kota Semarang sini, pernah tinggal seorang ahli Kungfu bernama Lo Ban Teng berjulukan Pek Bin Kim Kong (malaikat berwajah putih). Lo Ban Teng lahir di kampung Tang-Ua-Bee-Kee, kota Cio-bee, provinsi Hokkian, Tiongkok Tengah pada tanggal 1 bulan keenam tahun 2437 (Masehi 1886). Setelah sebelumnya pernah mengunjungi Semarang pada waktu remaja, Lo Ban Teng menetap di Semarang sejak 1927 karena kecantol dengan seorang gadis bernama Go Bin Nio.

Lo Ban Teng merupakan ahli kuntao kesohor dan konon tak terkalahkan pada masanya. Lo Ban Teng merupakan murid dari Yoe Tjoen Gan dengan alirannya kungfu Siauw Lim Ho Yang Pay. Lo Ban Teng mewarisi sejilid buku resep-resep obat dan ilmu kungfu Ho Yang Pay serta sebuah ban pinggang kulit dari gurunya. Warisan tersebut hingga kini masih disimpan oleh keturunan LoBan Teng.

Salah satu aksi Lo Ban Teng yang menghebohkan dunia persilatan di tanah jawa pada waktu itu ialah ketika ia mengadakan acara Tjing Pie Say, acara dimana seni beladiri di tampilkan. Secara tradisi Cina, orang yang berani mengadakan acara Tjing Pie Say adalah seorang pemberani yang siap membuktikan kemampuannya menghadapi siapapun dalam hal seni beladiri. Acara ini dilaksanakan di Solo, Semarang, dan Yogya. Penyelenggara juga menempelkan poster-poster yg provokatif seperti: “Bwee Pa, Tju Li Lay” (Kalau mau coba, silahkan muncul), “Kia Sia Em Tang Lay” (Kalau takut mati, lebih baik jangan datang), “Pa Sie Ka Tie Tay” (Kalau kena serangan maut, urus sendiri kuburan anda) dll. Namun demikian pada saat itu tidak ada respon dari para pendekar di tanah jawa. Lo Ban Teng malah menerima surat kaleng berisi ancaman bahwa kalau ia tidak tutup mulut akan dipulangkan ke Cina dengan tendangan. Lo Ban Teng membalas ancaman ini dengan menantang sang penulis surat kaleng untuk muncul di muka publik. Festival Tjing Pie Say akhirnya dihentikan karena terlalu mahal dan tidak mencapai tujuannya yaitu untuk mencari ahli beladiri yang hebat di tanah jawa pada saat itu.

Untuk kisah lengkap tentang Lo Ban Teng, silahkan buka:

http://www.hokkian-siauwlim.com/LBTgb.html

Terlepas dari berbagai kekurangan dirinya sebagai manusia biasa, Lo Ban Teng diakui kehebatannya sebagai ahli kuntao yang hebat di tanah jawa maupun di tiongkok. Selain itu juga ia dikenal sebagai master kungfu yang sangat jujur dan apa adanya

Beberapa kejujurannya sempat tercatat dalam dialog tanya jawabnya antara lain adalah bahwa:

1. Ketika ditanya apakah sesorang bisa melompat setinggi atap rumah sebagaimana sering diceritakan orang-orang, Lo Ban Teng menjelaskan bahwa tanpa bantuan alat, seorang manusia mau latihan sekeras apapun tidak akan bisa melompat lebih tinggi dari tinggi badannya sendiri. Mahluk yg bisa melakukan hal demikian hanyalah mahluk yg memiliki kaki dengan lutut terbalik seperti kucing, anjing dll. Ia menegaskan bila ada yg mengatakan mampu melompat setinggi atap maka ia bohong. Kalau semudah itu maka ia bisa jual tiket dan menghasilkan banyak uang.

2. Ketika ditanya apakah benar seorang guru beladiri yg jago tidak bisa kena pukul dalam sparring, dan apabila terkena pukul maka ia kurang jago. Lo Ban Teng manjawab bahwa seorang guru yang memberi kesempatan secara serius kepada muridnya untuk menyerang bisa saja kena pukul. Lo Ban Teng bahkan menganalogikan seorang ahli boxing, sebagaimanapun jagonya, tidak ada yg tidak pernah kena pukul, pasti bisa kena pukul.

3. Ketika ditanya apakah ada gunanya belajar ilmu Thiam Hwee Kin alias ilmu totokan (pressure point) untuk beladiri, Lo Ban Teng tertawa dan menjawab kalau saja semudah itu maka seseorang bisa saja menotok seorang kaya dan mengambil uangnya. Ia menjelaskan bahwa benar ada bagian-bagian lemah pada tubuh manusia seperti tenggorokan, otot dll dan bila kena pukul di bagian-bagian ini orang bisa keok. Namun demikian mustahil untuk bisa menerapkan ini dalam pertarungan karena menurut ilmu pengobatan cina, untuk menghasilkan efek yg diinginkan ada masalah waktu dan aliran darah yg harus ditentukan, terlebih lagi sangat sulit untuk menyerang titik-titik ini dalam pertarungan sesungguhnya.

4. Lo Ban Teng juga menegaskan bahwa tidak benar bahwa orang bisa bertarung selama berjam-jam tanpa henti dan tidak benar bahwa ada orang yang bisa berlari secepat kuda. Ia juga menegaskan bahwa ilmu meringankan tubuh Hwi Heng Sut tidaklah eksis.

5. Menjawab pertanyaan apakah mungkin melatih jari jemari sehingga kuat menembus dinding, Lo Ban Teng menjawab bahwa hal tersebut mustahil. Jari bisa saja kuat, namun kuku-nya akan selalu patah secara menyakitkan.

Kejujuran selalu bermakna dan tak pernah lekang oleh waktu. Catatan ini sangatlah berharga karena jarang sekali seorang ahli kungfu sekaliber Sin She Lo Ban Teng bicara blak-blakan seperti ini.

Semoga catatan ini bisa berguna untuk membuka pikiran orang-orang yang masih terbuai berbagai mitos dalam senibeladiri.

Li Shu Wen Kungfu 8 mata angin


Li Shu Wen 李書文 (1864 – 1934)
adalah salah seorang legenda dalam dunia bela diri China, ahli dalam Ba Ji Chuan (八极拳) atau Kungfu 8 Mata Angin (Hakkyokuken).

(dia ini kurang suka difoto apa gimana gitu ampe dokumentasinya mukanya kurang jelas)

Li Shu Wen dilahirkan di desa Zhang Sha, dia adalah penduduk asli kabupaten Cang propinsi Hebei yang terkenal sebagai tanah kelahiran aliran Kung Fu yang terkenal di penjuru RRC baik secara geografis maupun sejarah.

Pada masa kanak-kanak, Li Shu Wen dijual ke sekelompok opera (semacam ketoprak China) untuk belajar menjadi Wu Sheng (karakter pendekar lelaki dalam opera China) karena kemiskinan. Kakinya sempat cidera dan karena hal ini dia dipulangkan. Tersebutlah seorang Jin Dian Sheng yang selain seorang guru Ba Ji Quan, juga merupakan ahli pengobatan, maka Li berguru padanya. Hingga akhir hayatnya, dia membenci orang yang sering siul-siul lagu lagu dair opera China. Bahkan murid-muridnya tidak berani bernyanyi atau bersiul lagu-lagu dari opera bila dia ada, karena mereka pasti akan dihukumnya. Walau begitu, kalau moodnya lagi bagus, dia akan memperagakan keahlian Wu Shengnya seperti berakrobat menggunakan kursi dan lainnya. Derita di masa kecilnya ini akan mempengaruhi karakternya di masa dewasanya sekaligus membentuk karakter yang sangat khas bagi pembentukan ilmu Ba Ji quannya.
Li pertama kali mempelajari beladiri dari Jian Dian Sheng (1785 – ???) dari desa Meng. Kemudian dia mengembara ke desa Luo dan belajar dari Huang Si Hai disana.

Li lebih dari seorang murid biasa. Kemampuan pembelajaran beladirinya bisa dibilang sangat tinggi. Hal ini bisa dibuktikan dari fakta bahwa dia tidak pernah terkalahkan dalam semua duel seumur hidupnya. Ilmu tombaknya sangat dahsyat hingga dia dikenal sebagai “Li sang Dewa Tombak”. Berkat ketekunan, bakat dan kemampuannya mengasah kekuatan, Li hampir tidak pernah menyerang lawannya lebih dari sekali. Salah satu kalimatnya yang paling terkenal adalah “Aku tidak tahu rasanya menlayangkan pukulan kedua”. Karena rata-rata musuhnya sudah kalah atau bahkan tewas setelah terkena serangan pertamanya. Dia bahkan menarik perhatian begitu banyak murid dan tak heran, sejumlah ahli bela diri yang sudah termasuk pendekar papan ataspun berguru padanya.
Fisik Li Shu Wen tergolong biasa saja, tetapi semangat dan penampilannya sangat mengesankan. Ketika jenderal Xu Lan Shou dari Dong Bei menjadi murinya, banyak jenderal dan prajurit yang lantas juga ikut berguru padanya. Ketika Li Jing Lin sedang berdinas di He Bei, dia mengundang Li Shu Wen untuk melatih di daerah Tian Jin. Pada saat yang sama Li Jing Lin juga mengundang dua ahli bela diri lain untuk mengajar di kediamannya. Li Shu Wen malah menganggap kedua ahli bela diri tersebut tidak cakap untuk mengajar bela diri, dan tidak akan cocok bila harus mengajar sesuai level pengajaran Li Shu Wen. Beberapa kali Li sempat menantang mereka tanpa sempat digubris. Suatu hari Li Jing Lin menggelar sebuah jamuan makan dan ketiga pengajarnya diminta untuk saling “bertukar jurus” (demonstrasi latih tanding) satu sama lain setelah makan malam usai. Li Shu Wen pertama kali memperagakan jurus Pai Zhang dari Ba Ji Quan, dan mengatakan bahwa dia hanya perlu menyerang lawan dengan satu jurus ini saja. Ketika pertarungan dimulai, Li segera menyarangkan sebuah serangan dengan telapak tangannya ke wajah lawan. Bukan hanya patah leher, lawannya langsung tewas dengan kedua bola mata keluar dari lubangnya. Ketika lawan keduanya muncul, Li tetap menggunakan Pai Zhang. Lawannya mengelak dan menggeser kepalanya ke samping, tetapi telapak tangan Li menghantam bahunya, mematahkan tulang selangka dan membuat tangannya terlepas dari bahu. Li Jing Lin jelas sangat tidak senang melihat kedua pelatihnya tewas dan terluka akibat perbuatan Li Shu Wen, dan mulai membencinya. Keduanya menjadi tidak akur dan setelah beberapa tahun, Li dipulangkan ke kabupaten Cang.

Murid terakhir sekaligus murid kesayangan Li adalah Liu Yun Chiao, juga merupakan muridnya yang paling terkenal. Kakek Liu adalah seorang Gubernur di Hebei. Ketika Liu masih kecil, dia lemah dan sering jatuh sakit. Ayahnya menyewa ahli beladiri untuk mengajari Liu kecil beladiri sekaligus agar tubuhnya menjadi kuat dan tidak mudah sakit. Guru terakhirnya adalah Li Shu Wen yang disewa ayahnya untuk tinggal dirumah dinasnya sehingga bisa mengajari Liu setiap hari. Setelah berlatih bersama 10 tahun lamanya, mereka mengembara keliling China (waktu itu belum Republik, masih kekaisaran) untuk mencari pengalaman lewat sejumlah latih-tanding. Liu sendiri pada akhirnya menjadi guru Ba Ji Chuan yang legendaris, seorang Grand Master.

Li Shu Wen bukanlah orang yang ramah. Dia pendiam, selalu menerima tantangan duel, dan bahkan tak segan-segan untuk mengatakan bahwa serangannya akan berakibat kematian, dan umumnya, lawannya pasti tewas di tangannya. Bahkan di akhir hidupnya sekalipun. Li ditantang oleh seorang pednekar tombak yang jauh lebih muda darinya, walaupun sudah berumur lebih dari 70 tahun, Li tetap menerima tantangannya dan menewaskan pendekar muda tadi. Keluarga pendekar muda tersebut marah dan berencana membunuh Li. Di suatu warung, ketika mampir minum dari perjalanan pulang ke kampung halaman dari ibukota, seseorang yang mengaku pengagumnya menawarinya minum teh yang terbilang sangat mahal, Li menerimanya tanpa sadar bahwa teh itu diracun. Nyawa Li tak tertolong lagi, ketika dokter tiba, Li sudah meninggal dalam posisi duduk bersila. Akhir hidup yang mengenaskan bagi seorang pendekar hebat. Walau begitu, Li sudah berkali-kali mengingatkan pada muridnya bahwa dia tahu bila banyak yang mendendam kepadanya dan tidak heran bila ada yang ingin membunuhnya. Di sisi lain, Li juga dikenal sebagai orang yang berdedikasi tinggi pada ilmunya. Setiap ada kesempatan, dia pasti melatih ilmu tombak yang merupakan favoritnya. Bahkan dalam pengajaran alirannya, hingga hari ini hal ini masih menjadi latihan rutin yang terbilang tidak biasa dalam pengajaran beladiri China pada umumnya..

Guru yang hebat akan menghasilkan murid yang hebat pula. Banyak murid-murdinya yang merupakan orang terkenal dalam sejarah beladiri. 4 muridnya dari desa Luo Tong adalah Han Hua Chen, Ma Ying Tu, Ma Fong Tzu dan Zhou Shu De. Mereka memperkenalkan bentuk paten Ba Ji Quan ke Central Martial Academy (Wisma Ilmu Negara) di Nanjing, sebuah organisasi yang memodernisasi teknik dan pembelajaran beladiri di China di awal masa kebangkitan Republik Rakyat China.


Liu Yun Qiao, murid terakhir Li Shu Wen, di manga Kenji versi Indonesia
ditulis sebagai Liu Gek Kyu.

Murid-murid lainnya diantaranya adalah Panglima Li Jin Lin (aahli pedang), Ren Guo Dong, Zhang Xiang Wu, Na Yu Kuen, Liu Hu Chen dan Liu Xu Dong. Murid pertama Li, Huo Dian Ge, menjadi bodyguard dan guru Fu Yi (Pu I), Kaisar China terakhir. Beberapa muridnya juga menjadi bodyguard Chiang Kai Shek, dan Mao Tse Dong. Jadi biarpun para politikus ini saling berbeda pendapat dan saling membenci, mereka saling mengerti bahayanya berkonforntasi langsung, dikarenakan para bodyguard mereka berasal dari satu perguruan dan tak akan mau saling hajar.

Kisah Li Shu Wen ini sempat diabadikan dalam satu tankoubun (episode) 21manga “Kenji” karya Ryuchi Matsuda dan Yoshihide Fujiwara, diawal 90an sempat beredar di Indonesia, diterbitkan oleh Elex Media Komputindo. Dalam terjemahan Indonesia, namanya dibaca Li Syo Bun. Dan Ryuchi Matsuda ini adalah salah satu ahli Ba Ji Quan aliran Li, dan kisah Kenji merupakan dramatisasi perjalanan hidupnya mempelajari dan meneliti ilmu bela diri ini.

“Bagi para menteri, Ba Ji Quan digunakan untuk mengatur negeri.
Bagi para jenderal, Ba Ji Quan digunakan untuk mempertahankan negeri.”

“Jangan takut kepada orang yang mempunyai banyak jurus, tetapi waspadalah kepada orang yang mempelajari satu jurus dan melatihnya terus menerus” – Li Shu Wen, diajarkan kepada Liu Yun Qiao.

SUMBER :

ChinaTown atau Pecinan merujuk kepada sebuah wilayah kota yang mayoritas penghuninya adalah orang Tionghoa. Pecinan banyak terdapat di kota-kota besar di berbagai negara di mana orang Tionghoa merantau dan kemudian menetap seperti di Amerika Serikat, Kanada dan negara-negara Asia Tenggara.

Pecinan pada dasarnya terbentuk karena 2 faktor yaitu faktor politik dan faktor sosial.

1. Faktor politik berupa peraturan pemerintah lokal yang mengharuskan masyarakat Tionghoa dikonsentrasikan di wilayah-wilayah tertentu supaya lebih mudah diatur (Wijkenstelsel). Ini lumrah dijumpai di Indonesia di zaman Hindia Belanda karena pemerintah kolonial melakukan segregasi berdasarkan latar belakang rasial. Di waktu-waktu tertentu, malah diperlukan izin masuk atau keluar dari pecinan (Passenstelsel) semisal di pecinan Batavia.

2. Faktor sosial berupa keinginan sendiri masyarakat Tionghoa untuk hidup berkelompok karena adanya perasaan aman dan dapat saling bantu-membantu. Ini sering dikaitkan dengan sifat ekslusif orang Tionghoa, namun sebenarnya sifat ekslusif ada pada etnis dan bangsa apapun, semisal adanya kampung Keling/ India di Medan, Indonesia; kampung Arab di Fujian, Cina atau pemukiman Yahudi di Shanghai, Cina.

Berikut Kawasan Pecinan atau Chinatown terbaik di dunia, tapi ingat thread ini no Sara lho ya, ini hanya sharing aja..
Dan bagi yang ga punya budget buat jalan-jalan ke ChinaTown diluar negeri.
Cukup Di sini aja, bebas fiskal

———————————————————————–
7.Yokohama, Jepang

Quote:
Yokohama Chinatown terbesar di seluruh Asia; lingkungannya berkembang pada tahun 1859 ketika Port of Yokohama dibuka untuk perdagangan luar negeri karena banyaknya para pedagang Cina dan menetap di sini. banyak jalan-jalan Pecinan yang ditandai dengan warna-warni yg mencolok.

Makanan berada dimana mana, dengan lebih dari 200 restoran yang menyajikan masakan Cina tradisional maupun modern

Ini merupakan sebuah “taman makanan” banyak penjaja menawarkan berbagai hidangan dari restoran terbaik di kota. dan pastikan kaskuser untuk membawa kamus cina atau Jep




6.Paris, Perancis

Paris chinatown dikenal banyak wisatawan, Paris sebenarnya memiliki beberapa daerah pecinan, yang terbesar adalah di arondisemen ke-13. Nama Chinatown ini agak membingungkan, karena banyak warga etnis Cina yang beremigrasi dari dikuasai Komunis Vietnam pada akhir 1970-an.

Meskipun tidak estetis sebagai Paris, Chinatown disini memiliki banyak daya tarik yang tersembunyi di bawah pencakar langit yang menjulang tinggi.

Pengaruh Paris tidak hilang di Cina, karena kaskuser akan menemukan banyak toko-toko dengan perabotan rumah tangga yang eksotik, mewah tetapi norak salon kuku dan toko-toko pakaian. Banyak dipakai oleh persediaan makanan La Boutique des frère Tang (Tang Brothers), yang memasok sebagian besar restoran Cina di kota. Pengunjung harus mencatat bahwa kebanyakan toko-toko dan restoran tutup pada hari Senin.



5.Brisbane, Australia

Brisbane chinatown salah satu dari versi yang lebih modern dari Chinatown, Brisbane’s Chinatown Mall dibuka pada 1987. Warna-warni arsitektur dirancang oleh arsitek Cina dan dijaga oleh sepasang singa batu besar mengangkangi area pintu masuk.

Otentik merasakan lingkungan membuatnya populer bagi wisatawan dan penduduk, khususnya pada akhir pekan ketika baris kios pasar jalanan sangat ramai disana.

Banyak toko-toko dapat dianggap lebih Asia dari pada dicina sekalipun, namun makanan yang paling populer berada di Yuen’s Cina Supermarket, favorit kedua warga China di Australia.



4.Bangkok, Thailand

Quote:
Bangkok chinatown terkenal hanya sebagai Sampeng atau Yaowarat, dijalan-jalan dekatnya, Bangkok Chinatown sama tuanya dgn kota itu sendiri. Pada akhir 1700-an, kota Bangkok diperluas, pedagang Cina diminta untuk pindah. tapi mereka menolak dan tetap menetap di sini di dekat sungai di mana mereka telah berdiri sejak lama.

Daerah ini memiliki sejumlah contoh arsitektur Bangkok awal dalam kondisi murni, yang ditemukan di berbagai jalur dan jalan-jalan sempit.

Wisatawan akan cepat untuk menunjukkan Wat Traimit kuil, rumah-rumah yang terbesar di dunia Budha emas, beratnya di lebih dari 5 ton. Jangan lewatkan kesempatan berbelanja besar, terutama barang-barang yang dipajang di apotek Cina tua.

Spoiler for pic lainnya:



3.San Francisco, Amerika Serikat

Quote:
San Francisco’s Chinatown adalah komunitas Cina terbesar di luar Asia, Chinatown tertua di Amerika Utara, dan salah satu atraksi turis paling populer di kota. Dengan gang-gang yang menarik dan disekelilingnya kaskuser akan melihat tempat seperti di Hong Kong, dan banyak sekali laki-laki tua sedang bermain catur dan melakukan Tai Chi di Portsmouth Square.

suasana lain dapat dirasakan dari atmosfir yg indah oleh Bank Kanton dan Sing Chong Building.

Untuk mempelajari lebih lanjut tentang sejarah San Francisco’s Chinatown, silahkan membaca artikel tentang Amy Tan’s The Joy Luck Club – ia dibesarkan di sini dan buku itu menggambarkan kehidupan di sini.




2.New York, Amerika Serikat

Quote:
New York City kota paling banyak yg mempunyai Chinatown diluar Asia, karena tidak hanya satu, tapi tiga: wisata utama di Manhattan, salah satu di lingkungan Flushing di Queens, dan komunitas yang ramai di Brooklyn’s Sunset Park.

Canal Street adalah pusat dari Manhattan, yang tidak pernah ada habisnya untuk menjepret moment2 menarik dgn kamera. Deretan toko-toko menawarkan tarif Chinatown tradisional: hadiah cina yang tidak biasa, sovenir new york yang keren, jam tangan dan dompet palsu.

Ada sejumlah besar obat herbal toko dan stok yang terbaik disini. tapi sbg catatan untuk kaskuser, bahwa Chinatown disini hanya sampai 11 malam, berbanding terbalik dgn kehidupan kota New York yg tidak pernah tidur



1.Sydney, Australia

Quote:
Chinatown di Sydney di Australia sangat cerah, bermandikan matahari, krn lingkungan disini salah satu yang paling terang dan bersih yg akan anda temukan di Sidney. Lokasi Chinatown yg sekarang berada di Haymarket merupakan lokasi ketiga Chinatown; sebelumnya dimulai di Rocks berada dekat dengan pelabuhan, kemudian pindah ke Market Street, dan akhirnya menetap di sini pada 1920-an.

Kaskuser akan dihidangkan pengalaman berbelanja yg tidak dapat ditemukan diChina Town lainnya krn disini penuh dengan toko-toko “khusus” dan factory outlet.
Disini juga merupakan tempat terbaik untuk merayakan Imlek, krn merupakan yg terbaik di Dunia

Spoiler for pic lainnya:


Sebanyak 709.592 Suku She tinggal tersebar di Zhejiang, Jiangxi dan Guangdong, Fujian.  Shes adalah minoritas terbesar di Provinsi Fujian dan Zhejiang, mereka tinggal di desa-desa atau hidup bersama dengan Suku Han. Mereka menyebut diri mereka ‘Shanha’ di mana Shan berarti gunung dan Ha berarti pelanggan, ‘pelanggan dari gunung’.

Sebagian besar tinggal di daerah tinggi berbukit dengan sungai yang mengalir membentuk lembah-lembah. Iklim tempat tinggal Shes termasuk lembab dan tidak begitu dingin. Mereka bercocok tanam, antara lain menanam padi, ubi jalar, gandum, kacang-kacangan, tembakau dan kentang

Kayu dan bambu adalah komoditas komersial yang penting bagi Shes, juga dikenal dengan menghasilkan teh, kacang, rami, jamur, kamper dan obat-obatan herbal. Sumber daya mineral termasuk batubara, besi, emas, tembaga, tawas, grafit, belerang, mika .

Bahasa Suku Shes hampir mirip dengan dialek Hakka salah satu dari 7 dialek di China, dari kelompok Miao – Yao dari Filum Sino – Tibet. Kebanyakan Suku Shes berbicara dalam bahasa national Cina bukan bahasa etnis mereka. Suku Shes di Guangdong berbicara  mirip dengan dialek Suku Miao. Karena tidak memiliki bahasa tertulis sendiri, mereka memilih untuk menulis dalam aksara China.

Shes menyukai lagu2 dan mereka senang beryanyi.Mereka bernyanyi di ladang maupun acara-acara festival khusus, dan setiap tahun Shes berpartisipasi di beberapa festival menyanyi. Mereka kebanyakan lebih menyukai bernyanyi duet.

Kaum wanita mengenakan pakaian yang dibordir dengan hiasan bunga, burung. Mereka juga memakai selempang berwarna cerah dan topi bambu, dihiasi dengan mutiara dan dihiasi sutra merah putih atau renda. Renda juga digunakan untuk menghiasai tepi pakaian.

Di beberapa daerah, wanita mengenakan celana pendek sepanjang tahun. Mereka mengenakan selendang berwarna-warni di pinggang dan jaket dengan renda. Mereka menyanggul rambut mereka di atas kepala dan diikat dengan benang wol merah. Pada hari pernikahannya, seorang pengantin Shes akan memakai pakaian yang dibordir burung phoenix dan diatas sanggul dihiasi dengan jepit rambut perak.

Setiap keluarga suku She diatur dan terikat berdasarakan aturan dari “kuil-kuil leluhur” , hal ini berlaku untuk semua suku yang mempunyai nama keluarga yang sama. Tiap Kuil tersebut memiliki kepala kuil yang bertanggung jawab untuk menyelesaikan sengketa internal, mengelola urusan-urusan umum dan memimpin upacara-upacara pengorbanan. Dalam setiap kuil adalah “rumah” di mana kelompok-kelompok yang mempunyai hubungan darah hidup bersama.

Suku She menganut asas patrikaal. Namun, wanita suku She menikmati status yang lebih tinggi daripada wanita suku Han, dan pada kenyataannya, kaum pria seringkali tinggal bersama keluarga istri mereka mengadopsi nama keluarga mereka.

Saat ini, perkawinan dalam Suku She menyerupai Suku Han. Sebelumnya, perkawinan diatur oleh orang tua. Mahar yang diberikan termasuk sederhana, antara lain alat2 pertanian, topi yang terbuat dari bambu. Upacara perkawinan juga sederhana. Pengantin pria mengunjungi rumah keluarga pengantin wanita untuk berpesta.

Sampai di sana, pengantin pria duduk di meja kosong, dia akan bernyanyi, memainkan sumpit, minum anggur dan makan makanan yang disajikan diatas meja. Pada akhir pesta, dia akan bernyanyi lagi, kali ini memesan piring kosong yang artinya pejamuan telah usai. Juru masak juga akan menyanyikan lagu2 meramaikan pernikahan.

Pengantin baru akan berdoa untuk nenek moyang mereka dan mengucapkan selamat tinggal kepada kerabat pengantin wanita. Dengan pengantin pria di depan, mereka akan berjalan kaki ke rumah keluarganya, masing-masing memegang payung dan bernyanyi. Orangtua pengantin pria akan menyambut mereka di pintu depan, menyelesaikan upacara pernikahan.

Budaya

Pada abad yang silam, Suku She akan dikremasi jika meninggal dunia, sejak tahun 1940, Suku She mulai mengenal makam, dan sejak itu kebanyakan dimakamkan di pemakaman umum.

Seperti Suku Han, Shes merayakan Festival Musim Semi, Festival Lampion, Pure Brightness Festival ( mengenang arwah2 yang telah meninggal ), Dragon Boat-Racing Festival, Moon Festival dan Double-Ninth Festival. Selain itu, pada hari ketiga bulan ketiga penanggalan lunar, adalah hari libur semua Suku She tidak akan melakukan pekerjaan apapun. Pemujaan leluhur adalah pusat festival yang dirayakan pada hari kedelapan dari bulan ke bulan keempat. Orang-orang memiliki hari libur pada tanggal 19 bulan kedua penanggalan lunar untuk menandai pencapaian Buddha Nirvana.

Secara tradisional, setiap marga dilambangkan dengan sebuah tongkat berkepala naga, suatu tanda Shes yang menyembah Totem. Salah satu legenda mengenai suku She adalah cerita legenda Panhu, yang membantu Kaisar memenangkan pertempuran dengan pemberontak dan memenangkan cinta dari putri. Legenda mengatakan bahwa sang putri Panhu dan mempunyai tiga orang putra dan seorang putri, yang menjadi nenek moyang Suku Shes. Kebiasaan suku She adalah menyembah lukisan legendaris nenek moyang mereka dan membuat kurban persembahan kepada mereka setiap tiga tahun.

Sampai berdirinya People Republic of China, pendidikan telah meluas, dan banyak suku Shes yang tadinya percaya pada roh, mulai berubah, mereka mulai menganut agama. Hanya sedikit yang masih percaya akan roh dan takhayul.

Sejarah

Banyak pendapat yang berbeda mengenai asal-usul sejati Shes. Apakah mereka keturunan Yue’s kuno? Apakah mereka berbagi nenek moyang dengan Yaos? Sebagian besar percaya bahwa nenek moyang suku She awalnya tinggal di Phoenix Mountains di Chaozhou, Provinsi Guangdong. Mereka meninggalkan tempat asal mereka untuk melarikan diri dari penindasan penguasa feodal. Itulah sebabnya mereka menyebut diri mereka “tamu dari pegunungan.”

Di rumah baru mereka, suku Shes diperintah oleh pemerintah pusat untuk pertama kalinya pada abad ke-7, ketika pemerintahan dijalankan di prefektur di Zhangzhou dan Tingzhou di Provinsi Fujian, yang pada saat itu dibawah pemerintahan Dinasti Song (960-1279)

Pada abad ke-14, banyak suku She telah bermigrasi ke daerah pegunungan di bagian timur Fujian, Zhejiang dan timur laut selatan Jiangxi. Walaupun mereka bekerja keras bersama suku Han, masih banyak yang miskin oleh penindasan feodal yang merebut tanah yang besar. Yang lainnya harus bekerja sebagai buruh sewa, atau melarikan diri untuk mencari nafkah. Situasi membaik di bawah Dinasti Ming (1368-1644). Beberapa keluarga yang kaya diperintahkan bekerja untuk kepentingan pengadilan Ming.

Sepanjang sejarah, Shes berjuang melawan eksploitasi dan penindasan yang dipaksakan oleh para penguasa mereka. Selama Revolusi Pertama Perang Saudara (1924-27), petani She di kawasan timur Guangdong terorganisir untuk melawan tuan tanah, dan pemberontakan serupa bermunculan di propinsi Fujian dan Zhejiang. Kegiatan revolusioner meledak di timur Fujian selama Revolusi Agraria (1927-37), dan sebagian besar daerah Shes berada di bawah kuasa petani pekerja-kekuatan demokratis. Suku She membuat kontribusi besar untuk perjuanganAnti-Jepang (1937-45) dan dalam perjuangan melawan Kuomintang.

Referensi :

Photo by Chen Hai Wen

Travelguidechina.com

china.org.shaosuminchu

sumber2 lain etnis minoritas di China

Sumber : Sofie Mou,http://baltyra.com

Etnis Dong (侗族, pinyin: Dong Zu, baca: tung cu) berjumlah 2.960.293, mayoritas menghuni Provinsi Guizhou dan Hunan, dan juga Guangxi Zhuang Autonomous Region. Etnis Dong merupakan sub-group dari orang Yue dari jaman dulu, yang dipercaya merupakan asal usul Etnis Han (terbesar di China dan dunia).
Sejarah
Etnis Dong diperkirakan berasal dari Africa yang bermigrasi ke arah timur melintasi India, bergerak ke utara memasuki daratan China. Kelompok inilah yang disebut dengan Orang Yue. Sichuan dan Yunnan adalah tempat di mana mereka berhenti dan settle di sana di sekitar tempat yang sekarang dikenal sebagai Sichuan – Gansu – Shanxi dan dipercaya sebagai nenek moyang Etnis Han.
Sementara itu ada juga kelompok Orang Yue yang berlanjut migrasi mereka ke selatan, memasuki wilayah Asia Tenggara, yang kemudian dikenal sebagai Etnis Tai, diperkirakan adalah nenek moyang orang Thailand sekarang ini. Beberapa kelompok masih berlanjut ke selatan, tapi mentok terhadang samudra, kemudian berbalik lagi ke arah utara menyusuri pesisir, memasuki daratan China dan menjadi nenek moyang Etnis Dong di Guizhou – Hunan – Guangxi, dan ada juga yang menetap di Vietnam dikenal dengan nama yang sama sekarang, Orang Dong di sana.
Sekarang Etnis Dong dapat ditemukan tersebar di sekitar 20 counties di selatan China membentang di 3 provinsi.

Bahasa
Walaupun berjumlah kecil, namun Etnis Dong berbicara dalam berbagai dialek setempat. Dialek mereka terbagi menjadi 2 kelompok, utara dan selatan, dan di dalam masing-masing kelompok ada beberapa dialek lain. Bahasa lisan Etnis Dong memiliki rumpun fonetik yang sama dengan bahasa Etnis Dai (dan sama juga dengan Cantonese, menurut beberapa ahli).
Kebiasaan dan Tradisi
Etnis Dong biasanya tinggal berkelompok dalam desa-desa yang masing-masing dihuni sekitar 20-30 keluarga. Mereka membangun desa-desa mereka dekat dengan sungai atau anak sungai. Ada beberapa pengecualian desa besar yang terdiri dari 700 keluarga.
Rumah mereka berbahan kayu cemara, biasa terdiri dari 2-3 lantai. Rumah yang berdiri di tebing atau tempat yang sedikit curam, strukturnya ditopang dengan penyangga tambahan. Orang-orang tinggal di lantai atas, sementara lantai bawah biasanya untuk kandang ternak dan penyimpanan kayu bakar. Di masa lalu, para penguasa desa, tuan tanah atau yang kaya, tiang-tiang penyangga rumah mereka diukir dan dicat dengan warna-warni indah. Jalan di desa dipadatkan dan dilapisi bebatuan, dan biasanya ada kolam-kolam ikan yang tersebar di seluruh penjuru desa.

Makanan
Makanan pokok dari Etnis Dong adalah beras, millet, jagung, gandum, sorgum dan beras ketan. Oil tea adalah minuman favorit mereka, yang juga dapat menjadi sarapan mereka. Bahan-bahan tea oil termasuk kacang tanah, wijen, kedelai, daun teh, dan sebagainya. Etnis Dong juga menyukai acar dan makanan asam.

Ekonomi dan Kerajinan
Mata pencaharian utama Etnis Dong adalah di bidang pertanian, kehutanan dan industri seni. Para wanita mahir memintal dan menyulam brokat; mereka suka menyulam pola hewan, tumbuhan, barang, dan bahkan legenda. Sebagian besar pakaian mereka sendiri yang dibuat dalam warna biru, hitam, putih dan ungu. Mereka juga terampil dalam seni lukis, ukiran dan perak berukir.
Agama
Etnis Dong memiliki keyakinan animisme, percaya segala sesuatu memiliki roh dan dewa-dewa – tanah, air, sapi, dan roh leluhur, dll Setiap kali ada bencana alam atau penyakit, Etnis Dong orang akan berpikir bahwa setan yang bertanggung jawab dan dukun desa akan mengadakan upacara mengusir roh jahat..

Teknik Bangunan & Arsitektur
Ciri khas yang paling menonjol adalah Drum Tower. Bangunan yang menjadi pusat kehidupan desa ini adalah bangunan paling menonjol dan memiliki kekuatan arsitektur dan teknik bangunan yang tinggi. Yang paling indah dan terkenal adalah Drum Tower di Gaozhen Village, Guizhou, berdiri megah menjulang 13 tingkat, dihiasi dengan ukir-ukiran naga, burung hong/phoenix, bunga dan burung.
Di hari-hari besar Etnis Dong, mereka akan berkumpul dan merayakannya di depan bangunan Drum Tower ini. Salah satu perayaan paling meriah adalah Tahun Baru Imlek yang dirayakan dengan besar-besaran dan sangat meriah.
Banguan Drum Tower bisa bersegi 8 atau 6, bisa juga berbentuk persegi. Seluruh konstruksi bangunan dihubungkan dengan pasak, dan susunan kayu bersilang sehingga saling menguatkan. Seluruh struktur Drum Tower dibangun tanpa menggunakan paku atau paku keling sama sekali.
“Catalpa Carpenters” adalah sebutan untuk tukang kayu dan arsitek Etnis Dong. Ketika merancang drum tower dan jembatan beratap serta rumah-rumah penduduk, alat ukur yang digunakan adalah alat pengukur tradisional yang disebut dengan “Carpenter rod”. “Carpenter rod” terbuat dari bambu, sayang sekali, tidak ditemukan foto atau gambar alat canggih tradisional ini.

Pintu gerbang Dong Mountain Village adalah semacam struktur kayu yang disebut “Xian” oleh Etnis Dong. Untuk desa-desa dengan penduduk sekitar 100 keluarga, gerbang ini berukuran sekitar 1.6m dan tinggi 3m.
Sementara untuk desa yang lebih besar, gerbang desa berukuran lebih besar dan dihiasi ukiran atau hiasan halus lainnya.
Dari perspektif Fengshui (geomansi), gerbang desa memainkan peran penting dalam melindungi energi vital dan menjaga ventilasi. Dan yang lebih penting adalah, gerbang memainkan peran penting dalam ritual. Gerbang Desa ini merupakan simbol masyarakat yang sarat dengan budaya dan kearifan lokal.
Roofed Bridge adalah bukti lain keunggulan Etnis Dong dalam teknik bangunan. Sering disebut juga dengan gallery bridge atau pavilion bridge, adalah jembatan dengan sejenis kayu balok berpenopang. Di daerah kediaman Etnis Dong, ada banyak sungai besar dan kecil, sehingga hampir di semua desa Etnis Dong memiliki roofed bridge ini. Banyak di antara desa-desa yang memiliki lebih dari 1 jembatan ini.
Fungsi lain selain sebagai jembatan adalah sebagai tempat berteduh dalam perjalanan mereka naik turun gunung. Fungsi utama roofed bridge ini adalah tempat berkumpul dan bertukar cerita sehari-hari Etnis Dong.
Roofed Bridge yang terbesar dan paling terkenal adalah Roofed Bridge Chengyang di Desa Ma’an Sanjiang, Guangxi. Mencapai panjang 78m, memiliki dua platform, tiga tiang dan lima bangunan. Struktur tertinggi adalah bangunan yang di tengah, memiliki puncak berbentuk heksagonal.

Dalam pandangan Etnis Dong, roofed bridge adalah “jembatan hidup” untuk menghubungkan dunia fana dan dunia akhirat sekaligus merupakan “jembatan berkat” yang melindungi penduduk desa serta simbol memupuk kekayaan.

Budaya dan Festival
Bridge Picnicking
Menurut kepercayaan Etnis Dong, naga yang menjaga keselamatan satu desa, akan menengadahkan kepalanya di Bulan Dua tanggal 2 penanggalan China. Penduduk desa akan bermain musik dan tetabuhan, menghormati ternak-ternak di desa itu. Seperti Etnis Zhuang, yang memuja kodok/katak karena kehidupan mereka bergantung pada bertani/pertanian, sama halnya dengan Etnis Dong, mereka memuja sapi.
Dong New Year
Berbeda dengan Tahun Baru Imlek, Dong New Year adalah festival tradisional untuk Etnis Dong yang tinggal di Guizhou tenggara. Tanggal kesempatan itu berbeda-beda menurut masing-masing daerah tetapi biasanya jatuh pada periode dari 1 hari kesebelas bulan lunar ke-11 hari. Namun, ada pengecualian untuk beberapa desa, festival berlangsung di bulan kesepuluh. Alasannya adalah waktu setelah panen musim gugur. Dengan kata lain, ini adalah waktu untuk istirahat dan bersantai setelah satu tahun kerja keras.

Dong New Year adalah perayaan yang sangat penting bagi Etnis Dong layaknya sebagai Festival Tahun Baru Imlek bagi Etnis Han. Sebelum Dong New Year tiba, mereka membuat pakaian baru, membersihkan rumah, membuat kue beras ketan, menyembelih babi dan sapi untuk pesta.
Sisters Festival
Dirayakan setiap tanggal 8 Bulan Empat penanggalan China, di mana para wanita yang sudah menikah akan mengadakan upacara kembali ke rumah orangtua mereka, bersama dengan kakak-adik perempuan dan para ipar perempuan mereka. Makanan istimewa di hari ini adalah kue yang terbuat dari ketan hitam. Ketika selesai dan mereka kembali ke rumah, mereka akan membawa kue ketan hitam yang disisihkan khusus untuk dipersembahkan kepada suami mereka.
Bullfighting Festival
Etnis Dong menikmati perkelahian manusia melawan banteng, sehingga semua desa menyiapkan banteng petarung yang baik sejak dini. Festival ini dirayakan pada hari Hai dalam delapan atau sembilan bulan, tepatnya tanggal yang bervariasi dari tahun ke tahun [secara tradisional orang China menunjuk tahun, bulan, hari dan jam adalah dengan menggunakan sistem yang menggabungkan salah satu dari 10 Cabang Surga (Tian Gan) dan salah satu dari 12 Cabang Duniawi (Di Zhi) untuk membentuk 60 pasangan unik dalam satu siklus lengkap]. Festival ini benar-benar unik dan menarik untuk dilihat. Festival biasanya berlangsung selama 3-5 hari.
Pipa Ge atau Balada Kecapi
Ini terdapat di daerah di mana dialek Dong Selatan digunakan secara luas. Balada ini ada 2 kategori utama: yang lirik dan cerita, yang isinya mencakup berbagai bidang, termasuk sejarah, mitologi, pernikahan, hubungan cinta, adat istiadat, dan komunikasi sosial, dll. Balada ini banyak variasi dalam penyajiannya, dari bentuk nyanyian sampai dengan isinya.
Referensi & foto:
chinatravel.com
china.org.cn
chinadaily.com
chinaculture.org
wikipedia
Catatan pribadi, buku, risalah, majalah
Chen Hai Wen

Etnis minoritas Maonan berpenduduk 107.166, tinggal di bagian utara Daerah Otonomi Guangxi Zhuang, terutama di daerah Maonan HuangJiang. Sebagai salah satu kelompok etnis di China yang tinggal di daerah pegunungan, Moanan memiliki populasi yang sangat kecil. Mereka menyebut diri mereka Anan, yang artinya “orang yang hidup di daerah ini”.

Komunitas Masyarakat Maonan hidup di daerah sub-tropis ditandai dengan iklim yang sejuk dan pemandangan yang indah, dengan bukit-bukit batu menonjol, di antara dataran yang rendah. Ada banyak sungai kecil yang dapat digunakan untuk mengairi sawah. Tanaman yang tahan akan kekeringan ditanam di daerah Gunung Dashi mana air adalah barang langka. Selain padi, tanaman pertanian termasuk jagung, gandum, ubi jalar, kedelai, kapas dan tembakau. Kawasan ini berlimpah sumber daya mineral seperti besi, mangan dan merkuri. Suku Maonan dikenal dengan keahlian dalam membesarkan sapi potong, yang dipasarkan di Shanghai, Guangzhou dan Hong Kong.

Suku Maonans dengan marga Tan mendominasi 80 persen dari populasi. Legenda mengatakan bahwa nenek moyang mereka sebelumnya tinggal di Propinsi Hunan, kemudian berimigrasi ke Guangxi dan menikahi perempuan lokal yang berbicara dengan dialek Maonan. Suku Maonan lainnya yang bermarga Lu, Meng, Wei dan Yan, mempunyai rumah leluhur di Shandong dan propinsi Fujian. Asal usul lain yang dipercaya, Maonan sebenarnya adalah kelompok etnis asli di Lingxi. Saat ini Lingxi telah berubah nama menjadi Guangxi. Meskipun populasi kecil, Maonans sudah dikenal sejak jaman dahulu.

Bahasa Maonan cabang dari Dong-Shui dari kelompok bahasa Zhuang dari keluarga bahasa Tibet-Cina. Hampir semua Maonans menguasai bahasa Han dan bahasa Zhuang karena sejak dahulu telah saling mengenal.

Sejarah dan Budaya

Daerah Maonan berkembang sangat lambat, dikarenakan tertindas penjajahan. Pada akhir Dinasti Ming (1368-1644), Maonans masih mengunakan cangkul dan bajak kayu. Berbagai peralatan besi digunakan pada saat Dinasti Qing (1644-1911), ketika tanah secara bertahap dibagikan dan adanya pembagian tingkatan kehidupan menjadi berbeda. Ada buruh tani yang tidak memiliki satu inci tanah, petani miskin yang memiliki sedikit tanah, petani menengah dan tuan tanah dan petani kaya yang memiliki jumlah tanah yang besar. Tuan tanah dan petani kaya dengan kejam mengeksploitasi buruh tani dan petani miskin dengan cara menyewakan tanah dan memungut riba. Banyak budak2 wanita dibeli oleh tuan tanah atau dipaksa karena hutang yang belum dibayar untuk melayani tuan tanah sepanjang hidup mereka.

The Maonans dengan nama keluarga dari marga-marga yang sama biasanya hidup bersama di desa kecil dengan hanya beberapa rumah tangga. Desa terbesar terdiri dari tidak lebih dari 100 rumah tangga. Rumah mereka dan pakaian pada dasarnya sama dengan Suku Han dan Zhuang. Rumah memiliki dua tingkat, lantai kedua digunakan sebagai tempat tinggal dan lantai dasar untuk ternak.

Makanan utama dari Maonans adalah beras dan jagung, kentang manis dan labu. Mereka juga menyukai tembakau, alkohol, teh dan cabai. Mereka memanen ubi jalar besar mengeringkannya di bawah sinar matahari dan meninggalkan di tempat terbuka pada malam hari menjadi basah kuyup oleh embun. Setelah itu pada hari ke 20 atau lebih, ubi jalar dikukus dan dinikmati sebagai salah satu makanan yang lezat.

Keluarga Maonan umumnya kecil dan monogami.  Di masa lalu, pernikahan semua diputuskan dan diatur oleh orang tua. Ada kebiasaan seperti “tidak tinggal di rumah keluarga suami,” dan apabila Kakak meninggal terlebih dahulu , adik laki-laki akan menikahi istri kakak, pernikahan kembali itu sangat terbatas.

Ketika seseorang meninggal, seorang pendeta Tao akan diundang untuk membaca kitab suci dalam prosesi pemakaman, anak dari orang yang meninggal akan “membeli air” di sungai atau di sumur untuk mencuci jenasah. Sebelum pemakaman, darah ayam disemprot ke kuburan untuk memberkati roh almarhum dan melindungi keturunannya.

The Maonans merayakan Festival Musim Semi, Zhongyuan Festival dan Pure Brightness Day, mirip dengan Suku Han dan Zhuang. Salah satu perayaan yang unik adalah Festival Fenglong, dirayakan dengan mengorbankan persembahan kepada Tuhan dan nenek moyang mereka dan berdoa untuk mendapatkan hasil panen yang baik. Para putra putri yang telah menikah dan kerabat yang tinggal di tempat lain kembali ke desa asal mereka untuk perayaan. Salah satu makanan khas pada perayaan ini adalah beras lima warna.

Di masa lalu, ada banyak hal yang ditabukan, seperti tidak bekerja pada hari raya festival. Setelah tahun 1949, perayaan pernikahan dan pemakaman disederhanakan, dan beberapa kepercayaan berdasarkan takhayul dihilangkan.

Menyanyi merupakan kegiatan yang disukai oleh Maonans. Selain itu, mereka juga menikmati “opera Maonan,” berdasarkan cerita rakyat dan legenda, menggambarkan hubungan cinta, perjuangan, suka dan duka kehidupan dan cerita2 rakyat jaman dahulu.

Hasil tenun dan ukiran Suku Maonan memiliki gaya yang unik. Hasil tenun yang terkenal adalah topi dan bambu dihiasi bunga. Tudung bambu terkenal dengan sebutan Dingkahua menjadi barang dagangan Maonan. Topeng kayu diukir dengan halus, keliatan seperti hidup dikerjakan dengan pekerjaan tangan yang indah. Batu diukir menjadi meja dengan hiasan dari naga dan phoenix, unicorn.

Didesa Nanmu wilayah Zhongnan, suku Maonan mahir menempa perak menjadi gelang, kalung, dan keahlian ini diwariskan turun temurun.

Suku Maonan dikenal dengan sopan santunnya dan ramah, memanggil setiap saudara dan saudari lainnya ketika mereka bertemu. Ketika tamu berkunjung, mereka menghibur mereka dengan menyuguhkan makanan yang terbaik.

Dari generasi ke generasi, Suku Maonan selalu tinggal di daerah pegunungan. Batu dipegunungan banyak digunakan mereka untuk membangun rumah. Batu digunakan untuk mendukung rumah mereka yang bertingkat. Batu ubin digunakan dihalaman rumah. Batu tambang digunakan untuk membangun fondasi dan dinding rumah, bahkan semua kusen pintu, meja, bangku, tempat tidur wadah air semua terbuat dari batu yang berukir.

Setelah revolusi pada tahun 1949, Suku Maonan kebanyakan menganut agama Buddha dan percaya aliran taoisme.

Referensi :

Photo by Chen Hai Wen

Travelguidechina.com

china.org.shaosuminchu

sumber2 lain etnis minoritas di China

Hainan, sepotong wilayah China yang terbesar di luar Mainland. Kalau menurut Pemerintah China, Pulau Hainan adalah yang kedua setelah Taiwan. Tidaklah perlu mempersoalkan status Taiwan di sini, karena yang akan dibahas adalah penghuni Pulau Hainan.

Hainan dikenal cukup luas di Indonesia dan Asia Tenggara karena kuliner khas’nya, yaitu ‘nasi hainan’ ada yang menyebut ‘nasi hainam’. Letak perbedaan lafal “nan” dan “nam” hanyalah pengaruh dialek saja. Lafal Mandarin memang di sebut NAN yang berarti selatan (), yang pengucapannya menjadi NAM dalam dialek provinsi-provinsi Selatan China, terutama Hokkian, walaupun kadang diucapkan juga dengan LAM.

Pulau Hainan merupakan rumah bagi Etnis Li (黎族, Li Zu, baca: Li Cu), yang mencapai jumlah sekitar 1.247.814 jiwa, mayoritas bertempat tinggal di Tongze, ibukota Hainan Li-Miao Autonomous Prefecture. Selain di sini, Etnis Li juga tersebar di seluruh wilayah China, berbaur dengan etnis yang lain.

Terletak di kaki gunung Wuzhi, termasuk kawasan tropis dan sub-tropis sekaligus, menjadikan wilayah ini dikaruniai tanah subur dan banyak curah hujan. Wuzhi Mountain mungkin lebih terkenal dalam kisah “Perjalanan ke Barat” (Journey to The West, 西游记, Xi You Ji, baca Si You Ci), di mana si Kera Sakti yang dihukum oleh Buddha (atau Dewi Kwan Im?) ditindih oleh Wuzhi Mountain (Gunung Lima Jari) ini selama 500 tahun, sampai dibebaskan oleh Gurunya si Pendeta Tong Sam Cong.

Etnis Li berasal dari cabang turunan orang Baiyue dan Luoyue di West Han Dynasty, Li dan Man di East Han Dynasty, serta Li dan Liao di masa Sui dan Tang Dynasty. Semua kelompok masyarakat itulah yang menjadi cikal bakal Etnis Li sekarang ini. Kawin mawin, beranak-pinak, silih berganti dinasti, sampai sekarang inilah Etnis Li modern.

Karena keberagaman Etnis Li dalam keseharian mereka – dalam berpakaian, dialek, aksen, kebiasaan sehari-hari dan perbedaan tempat tinggal – di kalangan mereka sendiri berbeda penyebutan diri mereka. Nama-nama mulai dari Qi, Meifu, Run, dan Sai umum digunakan untuk penyebutan group satu dengan lainnya.

Bahasa

Rumpun bahasa Etnis Li masih dalam rumpun Zhuang, Tong dan Li, dan merupakan percabangan dari Han-Tibetan Language. Aksen dari satu tempat ke tempat lain berbeda. Mereka tidak punya bahasa tulis sendiri seperti beberapa etnis minoritas lainnya.

Bentuk Rumah

Etnis Li tinggal berkelompok dan membangun perkampungan mereka dekat dengan sungai dan gunung. Biasanya di sekeliling rumah ditanami pepohonan bambu untuk peneduh dan penyejuk. Rumah tradisional mereka berpagar dan berbentuk seperti perahu dengan penutup, berlantai 2, atapnya melengkung dan sebagian tertutup kaca.

Kayu gelondongan digunakan untuk penyangga, lantai dan dinding terbuat dari bambu. Seperti rumah-rumah tradisional suku-suku minoritas lain, lantai bawah digunakan sebagai kandang ternak dan binatang peliharaan. Namun seiring dengan berjalannya waktu, pengaruh modernisasi makin memengaruhi design rumah Etnis Li menjadi seperti rumah modern kebanyakan.

Pakaian

Warna favorit mereka adalah hitam. Teknik pemintalan dan penenuna mereka memiliki sejarah yang panjang. Kain brokat Etnis Li menjadi salah satu pilihan kaisar-kaisar yang berkuasa di China dari satu dinasti ke dinasti lainnya.

Berbahan katun dan linen, mereka memintal, menenun, mewarnai, menjahit dan membordir dengan tangan mereka sendiri, tidak ada campur tangan mekanisasi sama sekali.

Para wanitanya memakai mantel tanpa kerah dan berkancing, memakai baju yang pas dan sedikit ketat di tubuh. Untuk tata rias rambut, mereka biasa mengepang atau menguncir rambut mereka, ditambah dengan tusuk rambut dari tulang, terkadang ditutup dengan kain berbordir menjadi semacam konde.

Wanita Etnis Li sangat menyukai berbagai asesoris yang dikenakan di sekujur tubuh, mulai dari leher, tangan, lengan, kepala, telinga dsb. Di beberapa tempat malah masih memertahankan budaya tattoo mereka. Tattoo ini tempatnya di badan, muka, tangan dan pergelangan tangan. Motif tattoo mereka biasanya bercorak etnis dan tribal tradisional mereka. Namun, mayoritas wanita yang lahir setelah tahun 1940’an, mereka tidak melakukan tattoo lagi.

Untuk para pria, mereka tidak memiliki satu kekhasan berpakaian, kebanyakan biasa-biasa saja dan cenderung sama dengan kebanyakan pria Etnis Han. Untuk tata rambut, jika berambut pendek, seperti kebanyakan pria pada umumnya, yang berambut panjang, mereka ikat ke belakang kepala.

Salah satu yang paling khas adalah “nose flute” meniup seruling dengan hidung, yang mana pemain-pemainnya makin sedikit di dunia ini disebabkan karena generasi mudanya tidak begitu peduli dengan warisan budaya nenek moyang mereka.

Budaya Makan

Makanan pokok Etnis Li adalah nasi. Tomat dan jagung banyak juga dimakan menjadi pendamping nasi yang paling mereka sukai.

Salah satu makanan khas mereka disebut dengan Leigong Root, sejenis rempah-rempah liar, yang dimasak dengan ikan kecil dan udang yang ditangkap di sungai-sungai, atau bisa juga dimasak daging dan tulang, menjadikannya salah satu sajian lezat khas Etnis Li.

Etnis Li juga menyukai makanan yang terbuat dari ketan. Mereka juga membuat minuman dari hasil fermentasi ketan, serupa dengan arak beras atau tuak di Indonesia. Minuman ini dianggap istimewa dan digunakan untuk menjamu tamu kehormatan.

Makanan khas yang lain lagi adalah Bamboo Rice. Cara membuatnya, beras dan daging dicampur, dimasukkan ke dalam bambu yang berlubang di satu sisi, dan tertutup di sisi lain. Kemudian bambu ditutup dengan vanilla atau pisang raja. Setelah diisi air secukupnya, bambu-bambu tsb dipanggang di atas api. Bamboo rice ini merupakan delicacy yang sangat khas Etnis Li.

Kekhasan yang lain adalah kegemaran Etnis Li menginang/menyirih. Suguhan nginang untuk tamu adalah tanda penghormatan mereka terhadap tamu itu. (Selengkapnya: Nginang).

Etnis Li juga makan berbagai jenis tikus, tikus gunung, tikus sawah, tikus rumah dan beberapa jenis tikus yang lain, yang dimasak menjadi berbagai jenis hidangan.

Festivals

Spring Festival atau lebih dikenal di Indonesia dengan Imlek, merupakan hari penting juga untuk Etnis Li, sama seperti mayoritas penduduk China. Mereka akan menyiapkan Nian fan dan Nian jiu (hidangan dan arak Tahun Baru), dan juga Deng ye (semacam rice cake).

Hari pertama Tahun Baru Imlek, mereka tinggal di rumah dan bersembahyang kepada leluhur. Di hari ke 2, mereka akan keluar rumah dan berkunjung ke sanak saudara dan tetangga untuk saling mengucapkan selamat Tahun Baru.

Di hari ke 3 adalah khas Etnis Li. Mereka akan mempersiapkan acar-acaran dari sayuran yang dipetik dari lahan mereka, arak dan kue-kue untuk dibawa sebagai buah tangan kepada sesepuh desa di mana tinggal. Kemudian dilanjutkan dengan acara para pria muda berburu dan menangkap ikan, para wanitanya membakar ikan dan menanak nasi. Ketika senja tiba, acara tari-tarian dan menyanyi lagu-lagu daerah dimulai.

Acara ini sekaligus menjadi ajang mencari jodoh pria dan wanita yang masih single. Pria dan wanita muda yang menemukan pasangan yang dirasa cocok, mereka akan berbagi makan Deng ye (rice cake) yang diisi gula-gula di dalamnya. Si wanita akan memakaikan ikat pinggang yang berwarna cerah yang dibuat dengan tangannya sendiri ke pinggang si pria, sementara si pria akan mengenakan anting serta hiasan kepala ke si wanita.

Kehidupan Beragama

Etnis Li memuja Leluhur dan Alam, serta memiliki kepercayaan bahwa segala sesuatunya memiliki jiwa, roh dan kehidupan. Etnis Han memengaruhi mereka dengan ajaran Taoisme. Juga kekristenan yang menyebar sejak para misionaris mewartakan ajaran Kristen. Ada gereja juga di Panyang Region di Ledong County.

Tabu dan Pantangan

Pantangan mengerjakan lahan pertanian

Pantangan untuk mengerjakan pekerjaan pertanian pada Hari Persembahan Yang Meninggal dilaksanakan. Biasanya di keluarga yang baru saja mengalami kematian salah satu anggota keluarganya. Pantangan ini berlaku 3 tahun berturut-turut.

Hari Persembahan ini diperingati setiap tahun, yaitu hari di mana anggota keluarga tsb meninggal.

Pantangan seputar pernikahan

Sangat ditabukan perkawinan antara dua orang yang masih bersaudara, baik dekat maupun jauh. Sajian dari ayam yang berwarna putih dipantangkan, karena dipercaya kalau disajikan dan memakan sajian dari ayam yang berwarna putih, pasangan yang menikah tsb akan sering bertengkar di kemudian hari.

Pantangan seputar kematian

Dalam masa berkabung, keluarga yang ditinggalkan tidak diperkenankan mengenakan pakaian mereka seperti seharusnya. Pakaian harus dikenakan terbalik, dalam 2 arti, terbalik bagian dalam dan luar juga terbalik depan belakangnya. Tidak diperkenankan mandi dan keramas di hari-hari berkabung tsb.

Juga dilarang membunyikan bunyi-bunyian, bernyanyi bahkan bersenandung sekalipun, juga dilarang mengerjakan pekerjaan pertanian. Nasi juga tidak diperkenankan untuk disajikan kepada anggota keluarga, namun daging, arak dan jenis pangan selain padi diperbolehkan.

Referensi & foto:
chinatravel.com
china.org.cn
chinadaily.com
chinaculture.org
wikipedia
Catatan pribadi, buku, risalah, majalah
Chen Hai Wen